SAAT membolak balik lembaran sejarah Islam, setiap kali Anda mencermati seorang besar yang segala bangsa dan kerajaan tunduk padanya, dan namanya terbang tinggi, past nasab dan akhlaknya berasal dari seorang ibu agung. Bagaimana tidak seperti itu? Ibu Muslimah memiliki serangkaian sarana pendidikan yang tidak dimiliki wanita lain.
Inilah yang membuat wanita Muslimah sebagai makhluk Allah yang paling tahu bagaimana cara membentuk lelaki, mempengaruhi mereka, menembus ke dalam hati mereka, memperkokoh sendi-sendi akhlak agung di dalam seluruh raga dan aliran darah mereka.
Zubair bin Awwam, ksatria Rasulullah SAW yang keberaniannya disamakan Al-Faruq ra seperti seribu lelaki kala mengutusnya sebagai bala bantuan bagi pasukan Muslimin di Mesir. Al-Faruq mengirim surat kepada komandan pasukan, Amr bin Ash ra;”Amma ba’du, aku mengirim 4.000 pasukan, setiap seribu pasukan diantaranya dipimpin seseorang yang nilainya sama seperti seribu prajurit; Zubair bin Awwam, Miqdad bin Amr, Ubadah bin Shamit, dan Maslamah bin Khalid.
Firasat Al-Faruq ra tidak meleset. Sejarah mencatat bahwa Zubair bukan hanya setara dengan 1.000 lelaki, tapi setara dengan seluruh umat. Ia pernah menyusp ke dalam benteng yang menghalangi perjalanan pasukan Muslimin, naik ke atas tembok-tembok benteng, dan melompot ke arah pasukan musuh dengan teriakan, “Allahu Akbar.” Dengan cepat, ia menuju pintu gerbang lalu membukanya, hingga pasukan muslimin dengan cepat masuk ke dalam benteng dan menumpas musuh sebelum mereka sadar.
Ksatria besar ini tidak lain melaksanakan perintah sang ibu, Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Nabi Muhammmad SAW. Shafiyah juga saudari Hamzah, sang singa Allah. Ia tumbuh besar di bawah naungan dan watak sang ibu, juga meniru watak-wataknya. (Audatul Hujab, Muhammad Ismail, hlm. 199, 200)
Suaminya, Awwam bin Khuwalid mati meninggalkannya, meninggalkan anak kecil bernama Zubair. Shafiyah kemudian mendidiknya dengan kehidupan yang keras dan serba sulit.
Ia didik anaknya itu untuk cekatan menunggang kuda dan perang. Mainan yang ia berikan adalah anak panah dan membetulkan busur. Ia biasakan untuk menghadapi situasi-situasi sulit mencekam dan ia doromng untuk menghadapi bahaya.
Saat si anak terlihat diam atau ragu, Shafiyah memukulnya dengan keras dan menyakitkan. Sampai-sampai ada salah seorang paman anak ini yang menegurnya mendidik anak sekeras itu. Ia berkata,”Memukul anak tidaklah seperti itu. Kau memukulnya dengan pukulan benci, bukan pukulan seorang ibu.”
Mendengar kata itu Shafiyah menjawab dalam untaian syair:
Siapa yang berkata aku membencinya, ia bohong
Aaku memukulnya agar ia menjadi cerdas
Mengalahkan pasukan musuh dan membawa pulang rampasan . []
Sumber: Biografi 35 Shahabiyah Nabi/Syaikh Mahmud Al-Mishri/Ummul Qura