KEBIJAKAN yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab setelah satu hari menjabat sebagai seorang khalifah adalah mengganti Khalid bin Walid sebagai panglima perang oleh Abu Ubaidan bin Jarrah.
Pergantian panglima perang di syam dari Khalid bin Walid kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, menjadi salah satu episode menarik. Ada apa di balik itu?
Berawal ketika Khalifah Abu Bakar kembali memberangkatkan pasukan Muslim di bawah pimpinan `Amru bin ‘Ash dan Khalid bin Walid menuju Suku Quda’ah dan Bani Asad untuk menghadapi kaum murtad dan mengembalikan mereka pada ajaran Islam yang benar. Khalid bin Walid sukses menumpas pembangkangan Bani Asad. Kini, Khalid bergerak maju menuju perkampungan Bani Tamim yang juga melakukan pembangkangan.
BACA JUGA: Khalid bin Walid Membunuh Uzza yang Sebenarnya
Pasukan Khalid berhasil membunuh pemimpin Bani Tamim, Malik bin Nuwairah. Belum saja darah Malik mengering, Khalid menikahi Laila, istri dari Malik bin Nuwairah.
Tindakan Khalid ini menyalahi adat kebiasaan orang Arab yang harus menghindari perempuan saat peperangan. Apalagi pembunuhan Malik bin Nuwairah itu dilakukan setelah ia menyatakan keislamannya.
Menyaksikan tindakan Khalid bin Walid ini, Abu Qatadah al-Anshari dan Mutammam bin Nuwairah marah besar. Abu, Qatadah menduga Khalid telah melakukan tipu muslihat agar dapat menikahi Laila yang cantik.
Diduga Khalid telah mencintainya sejak masa jahiliyah dulu. Lantas mereka bersepakat untuk melaporkan apa yang dilihatnya kepada Khalifah Abu Bakar di Madinah. Mendengar laporan mereka berdua, Abu Bakar tak lebih hanya meminta dia membayar diat atau tebusan atas kematian Malik dan menulis surat agar para tawanan dibebaskan.
Abu Qatadah tidak puas dengan keputusan Abu Bakar. la lantas menemui `Umar bin Khaththab meminta agar Khalid dihukum sesuai dengan perilakunya. `Umar kemudian menemui Abu Bakar dengan perkataan marah. “Pedang Khalid itu sangat tergesa-gesa, tidak ada perhitungan dan harus ada sanksinya,” kata `Umar dengan nada meninggi.
BACA JUGA: Khalid bin Sa’id, Masuk Islam karena Mimpi
“Wahai `Umar! la telah membuat pertimbangan tetapi meleset. Janganlah berkata yang bukan-bukan tentang Khalid,” kata Abu Bakar.
‘Umar tidak pugs dengan jawaban Khalifah Abu Bakar. `Umar tetap mendesak Abu Bakar untuk memecat Khalid sebagai panglima. Tak tahan dengan desakan `Umar, Khalifah Abu Bakar kembali mene-gaskan, “Umar, aku tak akan menyarungkan pedang yang oleh Allah telah dihunuskan terhadap orang-orang kafir!”
Penegasan ini menunjukkan jika Abu Bakar ash-Shiddiq tidak akan memecat Khalid bin Walid. Meski keputusan Abu Bakar telah bulat, tetapi ‘Umar tetap marah besar kepada Khalid. `Umar tidak ingin diam begitu saja melihat orang membunuh seorang Muslim lalu menikahi istrinya. Sekalipun is bergelar SaifuIlah (pedang Allah) dan telah berjasa menumpas kaum pembangkang, tetap saja hukum harus ditegakkan. []
Sumber: The Golden Story of Umar bin Khaththab/ penulis: DR. Ahmad Hatta, MA/ Penerbit: Maghfirah Pustaka/ April 2014