DARI Anas r.a. bahwa Nabi pernah ditanya mengenai khamr yang dijadikan cuka. Beliau menjawab, “Tidak boleh.” (HR. Ahmad)
Abu Thalhah pernah bertanya kepada Nabi mengenai anak-anak yatim yang mewarisi khamr. Beliau menjawab, “Bakarlah khamr itu.” Kemudian Abu Thalhh bertanya, “Apakah kita tidak boleh menjadikannya sebagai cuka?” Nabi pun menjawab, “Tidak.” (HR. Ahmad)
Ibnu Qayyim mengatakan, “Hadits itu diperoleh dari Umar bin Khaththab, dan kami tidak melihat adanya sanggahan dari para sahabat. Tetapi masyarakat Madinah masih tetap menolak hal itu.”
Sedangkan Al-Hakim mengatakan, “Aku pernah mendengar Abu Hasan bin Ali Isa Al-Hibari mengatakan, bahwa aku pernah mendengar Muhammad bin Ishaq mengatakan, aku pernah mendengar Abu Qatadah bin Sa’id mengatakan, aku pernah datang ke Madinah semasa hidupnya Imam Malik, lalu aku menghadap seorang hakim dan kukatakan padanya, apakah engkau mempunyai cuka dari khamr?
Lalu dia berkata, “Subhanallah, hal itu diharamkan oleh Rasulullah.”
Selanjutnya, setelah wafatnya Imam Malik, aku (Qutaibah) pergi lagi ke Madinah kemudian aku katakana hal yang sama kepada penduduk di sana, tetapi tidak ada seorang pun yang menentang ucapanku tersebut.”
Dalam kitab Al-Hujjah Al-Balighah, ditanyakan mengenai khamr yang dibuat cuka. Dan diberikan jawabannya, tidak boleh.
Selanjutnya dikatakan, “Aku menggunakannya untuk berobat.”
Beliau pun menjawab, “Sesungguhnya ia bukanlah obat, melainkan penyakit.”
Mengenai hal itu, saya katakana, ketika orang-orang gandrung pada khamr mereka berusaha mencari alasan supaya mereka dapat meminumnya. Yang demikian itu tidak akan berakhir kecuali dengan cara melarangnya dalm segala keadaan, supaya tidak seorang pun yang mencari-cari lagi alasan untuk meminumnya.[]
Sumber : Fiqih Wanita Edisi LEngkap/Syaikh Kamil Muhammad Uwaidah/Pustaka Al-Kautsar/2009