PRANCIS—Pemerintah Prancis telah mempertimbangkan untuk memberlakukan keadaan darurat di tengah-tengah kerusuhan sipil terburuk dalam lebih dari satu dekade.
Dua minggu protes nasional terhadap pajak bahan bakar dan biaya hidup oleh gerakan “rompi kuning” telah mengguncang Prancis. dengan seorang presiden yang menantang Emmanuel Macron menyebut para pengunjuk rasa “preman.”
BACA JUGA: PBB: Pelarangan Cadar oleh Prancis Melanggar HAM
Macron akan mengadakan pertemuan darurat dengan perdana menteri dan menteri dalam negeri pada Ahad (9/12/2018) untuk membahas kerusuhan dan bagaimana memulai dialog dengan gerakan protes.
Pertemuan yang direncanakan itu dilakukan setelah ia menuduh para pengunjuk rasa mencari kekacauan selama konferensi pers di KTT G20 di Buenos Aires, Argentina, pada Sabtu (1/12/2018) pekan lalu.
“Saya akan selalu menghargai perdebatan dan saya akan selalu mendengarkan oposisi tetapi saya tidak akan pernah menerima kekerasan,” kata Macron.
“Tidak ada alasan membenarkan bahwa pihak berwenang diserang, toko-toko dijarah, orang yang lewat atau wartawan diancam atau bahwa Arc du Triomphe (monumen Prancis) dirusak,” tambah Macron.
Pada Sabtu (1/12/2018), sekelompok pria muda dengan wajah bertopeng, beberapa membawa jeruji besi dan kapak, protes di jalanan pusat kota Paris, membuat belasan kendaraan terbakar dan membakar gedung-gedung.
BACA JUGA: PBB Sebut Larangan Burqa di Prancis Langgar Hak Kebebasan Beragama
Sejumlah orang telah terluka dan lebih dari 200 lainnya ditangkap dalam bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi di ibu kota Paris.
Pejabat Prancis mengatakan setidaknya 75.000 orang telah mengubah seluruh Prancis dalam protes rompi kuning.
Protes pertama kali terjadi bulan Oktober lalu di pedesaan Prancis di antara warga yang mengatakan mereka tidak bisa membayar pajak bahan bakar yang lebih tinggi. Gerakan tersebut telah berubah menjadi teguran yang lebih luas terhadap kebijakan-kebijakan Macron. []
SUMBER: PRESSTV