SHALAT adalah ibadah mahdah, sehingga semua kaifiyatnya harus sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Jika terpenuhi rukun dan syaratnya maka shalatnya sah. Sebaliknya, jika tidak terpenuhi maka tidak sah. Terkait dengan waktu shalat, ada beberapa hadits yang menerangkan waktu terlarang melaksanakan shalat didalamnya:
عَنْ ابْنِ شِهَابٍ قَالَ أَخْبَرَنِي عَطَاءُ بْنُ يَزِيدَ الْجُنْدَعِيُّ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا سَعِيدٍ الْخُدْرِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا صَلَاةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ وَلَا صَلَاةَ بَعْدَ الْعَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ
“Tidak ada shalat setelah shalat Shubuh sampai matahari meninggi dan tidak ada shalat setelah shalat ‘Ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Bukhari, sahih al-bukhari,1/121)
BACA JUGA: Apa Hukum Bangunkan Orang Tidur untuk Shalat?
Dari ‘Uqbah bin ‘Amir ra, ia berkata,
ثَلاَثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّىَ فِيهِنَّ أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ
“Ada tiga waktu yang Rasulullah SAW melarang kami untuk shalat atau untuk menguburkan orang yang mati di antara kami yaitu: (1) ketika matahari terbit (menyembur) sampai meninggi, (2) ketika matahari di atas kepala hingga tergelincir ke barat, (3) ketika matahari akan tenggelam hingga tenggelam sempurna.” (HR. Muslim, Sahih Muslim, 2/208)
Dari dua hadits di atas dapat ditarik kesimpulan waktu terlarang shalat adalah sebagai berikut :
- Ketika terbit matahari
- Ketika matahari diatas di kepala sekitar lima menit sebelum waktu zuhur
- Ketika matahari terbenam atau lima menit sebelum waktu shalat magrib
- Setelah shalat subuh sampai terbit matahari
- Setelah shalat ashar sampai terbenam matahari
Namun di sisi yang lain terdapat hadits-hadits
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ أَدْرَكَ مِنْ الصُّبْحِ رَكْعَةً قَبْلَ أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الصُّبْحَ وَمَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنْ الْعَصْرِ قَبْلَ أَنْ تَغْرُبَ الشَّمْسُ فَقَدْ أَدْرَكَ الْعَصْرَ
“Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda siapa yang mendapatkan satu rakaat shalat subuh sebelum terbit matahari, maka dia telah mendapatkan shalat subuh, siapa yang mendapatkan satu rakaat dari shalat ashar sebelum terbenam matahari, maka dia telah menunaikan shalat ashar.” (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/120)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « مَنْ نَسِىَ صَلاَةً فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ »
Dari anas bin Malik sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda “siapa yang lupa satu shalat (wajib) hendaklah dia shalat ketika ingat, tidak ada penebusnya kecuali hal tersebut (HR. Muslim, Sahih Muslim, 2/142)
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ السَّلَمِيِّ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ
Dari Abu Qatadah as-Salami seseungguhnya Rasulullah SAW bersabda “apabila masuk salah seorang di antara kalian ke masjid, maka shalatlah dua rakaat sebelum duduk.” (HR. Bukhari, Sahih al-Bukhari, 1/96)
Hadits pertama secara manthuq menunjukan bahwa siapa yang mendapatkan hanya satu rakaat dari shalat subuh sebelum terbit matahari, maka dia mendapatkan shalat tersebut, begitu juga dengan shalat ashar, hanya mendapatkan satu rakaat sebelum terbenam matahari, maka dia mendapatkan shalat tersebut.
Hadits kedua menegaskan bahwa jika seseorang lupa atau ketiduran, maka shalatlah ketika dia bangun atau ingat. Sedangkan hadits ketiga menunjukan disyariatkannya shalat tahiyat al-masjid bila telah masuk masjid.
Sekilas memang seperti bertentangan, satu sisi terlarang mengerjakan shalat pada waktu terlarang tesebut, namun disisi yang lain ketiga hadits sesudahnya menegaskan kebolehan mengerjakan shalat pada waktu terlarang. Imam Ibn hajar al-Asqalani menjama’ keterangan di atas dengan alasan sebagai berikut
وَالْجَمْعِ بَيْنَ الْحَدِيثَيْنِ مُمْكِنٌ بِأَنْ تُحْمَلَ أَحَادِيثُ النَّهْيِ عَلَى مَا لَا سَبَبَ لَهُ مِنْ النَّوَافِلِ
“Mengompromikan kedua hadits diatas memungkinkan yaitu dengan memaknai hadits-hadits larangan waktu shalat tersebut pada shalat-shalat sunat yang tidak ada sebabnya.” (Fath al-Bari, 2/56)
BACA JUGA: 5 Keistimewaan dari Allah bagi Ahli Shalat Subuh
Sebab shalat itu terbagi dua, yaitu pertama, shalat dengan tidak terikat dengan sebab tertentu misalnya yaitu shalat mutlaq. Kedua shalat yang mempunyai sebab, misalnya shalat tahiyat al-masjid sebabnya karena akan masuk ke masjid, shalat istisqa, sebabnya karena kekeringan yang sangat membutuhkan hujan, shalat istikharah, sebabnya meminta kepada Allah pilihan yang terbaik, shalat syukr al-wudlu yaitu shalat dengan sebab seseorang telah berwudu.
Shalat jenazah termasuk dalam yang ditentukan sebabnya yaitu adanya muslim yang meninggal, sehingga muslim yang masih hidup wajib (kifayah) menshalatkannya. Dengan semikian kesimpulannya, boleh shalat jenazah waktu yang dilarang.
Begitu juga dengan shalat fait atau shalat yang luput dari waktunya, sehingga dikerjakan diluar waktu yang dituntut, shalat tersebut termasuk pada shalat yang boleh dikerjakan walaupun dalam waktu yang terlarang. Kesimpulannya shalat jenazah boleh dilaksanakan pada waktu terlarang. []
SUMBER: PERSIS