Oleh: Sri Eni Purnama Dewi, S.Pd
Pemerhati Lingkungan, Guru IPA SMPN 4 Babelan
DI kala musim hujan datang di wilayah JABODETABEK biasanya Jakarta akan kebanjiran. Jangankan musim hujan, musim kemarau saja jika ada luapan air dari bendungan Katulampa Bogor maka beberapa wilayah Jakarta terendam banjir. Biasa disebut “banjir kiriman”.
Seolah menjadi hal biasa untuk penduduk yang memang sering terdampak banjir, apalagi yang tinggalnya di bantaran kali Ciliwung. Data dari BPBD DKI Jakarta pada Senin (5/2/2018) lalu, tercata ada empat kecamatan yang terdampak banjir diantaranya Kramat Jati, Jatinegara, Makasar, dan Cakung.
Salah siapa?
Hujan adalah anugerah yang membawa manfaat bagi makhluk hidup. Dengan adanya hujan, menjadikan tanaman tumbuh subur dan tersedianya air bagi makhluk hidup. Telah tertulis dengan jelas sejak dulu hingga kini turunnya hujan bukan untuk membuat manusia menderita.
Allah SWT berfirman yang artinya:
“Dia-lah yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya menyuburkan tumbuh-tumbuhan, yang (pada tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu.” (QS. 16:10).
“Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, kurma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 10-11).
Jadi jangan salahkan hujannya dengan intensitas yang tinggi, tapi alam lah yang telah rusak. Rusaknya alam karena ulah manusia, sebagaimana firmanNya:
“Telah nampak kerusakan di darat dan di lautan disebabkan karena perbuatan tangan (maksiat) manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar Ruum:41).
Seperti kita ketahui, di daerah bogor banyak didirikan vila. Akibatnya jika hujan turun, sedikit sekali resapan airnya. Hal ini menyebabkan air hujan berkumpul dan mengalir ke daerah yang lebih rendah, dalam hal ini Jakarta.
Di pinggiran sungai Jakarta pun banyak pemukiman padat penduduk, alhasil banjir yang melanda wilayah dibantaran kali tak terelakkan. Sebagai pusat perekonomian, pemerintahan dan pendidikan di Indonesia, Jakarta memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ada 10.177.924 penduduk di DKI Jakarta. Padatnya penduduk di Jakarta menyebabkan ruang terbuka hijau untuk resapan air menjadi berkurang. Belum lagi dangkalnya aliran sungai akibat sampah yang menumpuk, menambah faktor penyebab banjir semakin banyak.
Adakah Solusi?
Banyak usaha yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi banjir di Jakarta, namun tetap saja banjir belum bisa teratasi. Penyelesaian problem banjir bukan sekedar kesadaran individunya untuk tidak membuang sampah sembarangan maupun bukan sekedar masalah kelompok masyarakat, namun solusi banjir mesti ditilik dari perspektif kebijakan negara.
Mulai dari pengerukan sungai supaya tidak dangkal, normalisasi sungai, memperbaiki bendungan, membangun kanal, memperbanyak daerah resapan air serta pemetaan wilayah sebaran penduduk agar tidak memadati bantaran kali.
Dilema memang untuk mengatasi banjir Jakarta yang banyak penduduknya, tapi bukan berarti menyerah begitu saja. Peran pemerintah yang pintar mengelola kebijakan dan wilayah lingkungan menjadi salah satu solusi mengurangi banjir Jakarta. []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.