ALLAH SWT memerintahkan sesuatu tentu tidaklah cuma-cuma. Layaknya seorang siswa yang melakukan kebaikan di sekolah hingga ia mendapat hadiah, begitu pula dengan perintah Allah. Allah SWT akan memberikan hadiah berupa pahala kepada orang-orang yang melakukan perintah-Nya, yakni amal kebaikan.
Tahukah Anda, bahwa ternyata kita, sebagai umat Muhammad memiliki posisi istimewa di sisi Allah SWT. Jika kita melakukan amal baik, maka Allah akan melipatgandakannya. Dengan begitu, hadiah yang kita peroleh akan semakin meningkat. Lalu, mengapa hanya umat Muhammad saja?
Ada tiga hal, hikmah/ faedah dilipat gandakannya amal baik bagi umat Muhammad ini, yaitu:
1. Pada umumnya umat/ bangsa terdahulu lebih panjang, otomatis amal-taatnya juga panjang/ banyak.
Sedang umat ini pada umumnya berumur pendek dan pendek pula amal taatnya. Itulah sebabnya Allah melipat gandakan pahala bagi umat ini, melebihi bangsa terdahulu, serta mengistimewakan waktu-waktu dan lailatul Qadar agar amal-taatnya melebih umat terdahulu.
Menunjuk riwayat bahwa Nabi Musa AS pernah mengajukan usul, “Ya Tuhan, aku telah membaca Taurat, yang mengungkap bakal adanya suatu umat yang amal baiknya dilipatkan menjadi 10x, sedang keburukannya hanya dibalas setimpal. Maka, jadikanlah mereka itu adalah umatku.” Dijawab oleh Allah, “Ya Musa itulah umat Muhammad di akhir zaman.”
2. Tingkat/ jenjang surga ditempuh dengan amal taat yang ikhlas, bukannya singkat/ kurang, sedang amal taat umat ini serba singkat/ kurang, maka Allah melipat gandakan karunia dan kemurahan-Nya, demi kesempurnaan amal taat umat ini yang serba singkat/ kurang sempurna ini, untuk mencapai tingkat/ jenjang surga-Nya.
3. Bahwa musuh-musuh umat ini, kelak di hari Kiamat, saling menggaet lawan mereka, kabur merampas/ menggondol amal mereka, yang tersisa hanyalah ‘adl’af/ lipat gandanya saja. Bahkan, itu oun hendak dirampasnya pula.
Mereka menuntut kepada Allah supaya melepaskannya, namun tuntutan mereka ditolak oleh Allah SWT, dengan firman-Nya, “Sungguh ‘adl’af/ lipat gandakan itu bukan amal pekerjaannya, melainkan semata merupakan rahmat-Ku yang tidak mungkin ditarik kembali darinya, dan kamu sekedar menggaet lelah/ karyanya saja. Wallahu ‘alam. []
Sumber: Tarjamah Duratun Nasihin/Karya: Ust. Abu H.F. Ramadlan BA/Penerbit: Mahkota Surabaya