HABIL dan Qabil, dua nama putra nabi Adam as ini pastinya tak asing bagi muslim yang mengetahui tentang kisah para Nabi. Kisah Habil dan Qabil terkait erat dengan kisah pembunuhan pertama yang terjadi di bumi.
“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!”. Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. “Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam”. “Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim”. Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.” (QS Al Maidah: 27-31)
BACA JUGA: Qabil, Habil dan Burung Gagak yang Dikirimkan Allah
Demikianlah Qabil membunuh Habil, saudaranya. Lantas, dimana peristiwa itu terjadi?
Menurut keterangan beberapa ulama yang kemungkinan mengutip dari para ahli kitab, lokasi terbunuhnya Habil adalah di Kawasan Pegunungan Qasiun, sebuah gunung tinggi yang menghadap kota Damaskus, Syiria (Mu’jamul Buldan, IV/295). Di sana terdapat sebuah gua bernama Gua Dam.
Gua tersebut dikenal sebagai lokasi terbunuhnya Habil. Informasi tersebut dinukil Ibnu Katsir. Dalam kitabnya Kitab Para Nabi, disebutkan bahwa Hakim, Baihaqi, dan Ibnu Asakir meriwayatkan dari jalur Abdurrahman bin Zaid bin Aslam, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Umar bin Khattab. Ia mengatakan:
“Rasulullah SAW bersabda: ‘Kala Adam melakukan kesalahan, ia berkata: ‘Ya Rabb, aku memohon kepda-Mu dengan hak Muhammad, ampunilah aku.’ Allah bertanya, ‘Bagaimana kau mengenal Muhammad sementara aku sama sekali belum menciptakannya?’ Adam menjawab, ‘Ya Rabb, saat Kau menciptakanku dengan tangan-Mu dan meniupkan sebagian ruh (ciptaan)-Mu, aku mengnagkat kepala lalu aku melihat tulisan di kaki-kaki Arsy, ‘Tiada ilah (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain Allah, Muhammad utusan Allah.’ akupun tahu, nama orang yang Engkau sandingkan dengan nama-Mu adalah makhluk yang paling Engkau cintai.’
Allah berfiirman: ‘Kau benar wahai Adam. Sungguh dia adalah makhluk yang paling Aku cintai. Karena kau meminta-Ku dengan (wasilah) haknya, maka kau Ku-ampuni. Andai bukan karena Muhammad, tentu Aku tidak menciptakanmu.”
BACA JUGA: Sejarah Kota Aden, Lokasi Makam Habil dan Qabil (2-Habis)
Al Baihaqi menyatakan, “Hanya Abdurrahman bin Zaid bin Aslam yang meriwayatkan melalui jalur ini, dan hadis ini dhaif.”
Keterangan itu senada dengan firman Allah:
“Dan telah durhaka lah Adam kepada tuhannya, dan sesat lah dia. Kemudian tuhannya memilih dia, maka Dia menerima taubatnya dan memberinya petunjuk.” (QS Thaha: 121-122) []
Referensi: Kisah Para Nabi/Karya: Ibnu Katsir/Penerbit: Ummul Qura/Tahun: 2015