Oleh: H. Ahmad Mudzoffar Jufri, MA
“Sungguh Allah menolong (memenangkan) ummat ini, adalah karena orang-orang lemahnya, berkat doa mereka, shalat mereka, dan keikhlasan mereka,” (HR. An-Nasai).
KAUM duafa, orang-orang lemah dan kalangan tak berdaya dalam hidup ini memang umumnya tidak diperhitungkan keberadaannya, tidak diakui peran dan kontribusinya, bahkan mereka lebih sering direndahkan, dilecehkan, dihinakan. Bahkan dijadikan sasaran korban beragam kezaliman serta kesewenang-wenangan. Itulah sikap standar yang biasa berlaku di dalam kehidupan selama ini.
Padahal Rasulullah SAW mengatakan bahwa kaum duafa adalah kunci kemenangan umat.
“Apakah kalian (layak) ditolong (dimenangkan) dan diberi rezeki, kecuali berkat orang-orang lemah diantara kalian?” (HR. Al-Bukhari). Dan di dalam riwayat lain dengan redaksi: “Sungguh kalian dimenangkan (ditolong) dan diberi rezeki, adalah berkat orang-orang lemah dari kalian” (HR. Ahmad). Lalu dalam riwayat lain lagi, Nabi SAW bersabda (yang artinya): “Sungguh Allah menolong (memenangkan) ummat ini, adalah karena orang-orang lemahnya, berkat doa mereka, shalat mereka, dan keikhlasan mereka” (HR. An-Nasai).
Begitu pula Nabi SAW bersabda (yang artinya): “Apakah kalian tidak ingin aku beri tahu tentang sosok ahli Surga? (ialah) setiap orang lemah yang biasa direndahkan (tentu saja yang beriman), padahal (berkat kemuliaan derajatnya disisi Allah) seandainya ia bersumpah atas nama Allah, niscaya Dia akan mengabulkan isi sumpahnya. Lalu tidak inginkah kalian aku beri kabar tentang tipe ahli Neraka? (dialah) setiap orang yang kasar, merasa hebat lagi sombong” (HR. Muttafaq ‘alaih).
BACA JUGA: Orang Miskin yang Takut Sombong Jika Menjadi Kaya
Bila mengacu kepada standar dan parameter ilahi, kondisi sebenarnya justru bisa kebalikannya sama sekali. Kaum lemah dan duafa-lah sejatinya yang lebih mulia dan lebih agung dalam timbangan Allah SWT. Tentu saja dengan syarat keimanan. Sehingga, karenanya, justru merekalah yang boleh jadi paling besar berandil dan berkontribusi sebagai “pengundang” turunnya beragam rahmat kebaikan, karunia pertolongan, barakah kemenangan, dan berbagai rahmat, karunia dan barakah lain dari Allah Ta’ala.
Karena memang merekalah yang paling pantas, paling layak dan paling berhak untuk Allah kasihani, rahmati dan berkahi. Namun manusia pada umumnya, begitu pula kaum muslimin pada khususnya, lebih sering melalaikan atau bahkan sama sekali tidak menyadari fakta ilahi itu.
Nah, lalu bagaimana dengan kita? Ya, bagaimana dengan kita para dai dan aktivis dakwah yang tentu saja selalu fakir sefakir-fakirnya terhadap setiap rahmat kebaikan, setiap karunia pertolongan dan setiap barakah kemenangan yang diturunkan Allah Ta’ala dari langit? Ya di mana dan bagaimanakah kaum duafa dan segmen masyarakat duafa selama ini ditempatkan, diperlakukan dan disikapi di tengah-tengah kita? Insyaallah secara umum sudah cukup baik.
Namun di saat yang sama, kitapun tetap harus menyadari dan mengakui bahwa, sangatlah mungkin bila di sana sini masih terdapat lobang-lobang kekurangan, kelemahan dan keteledoran. Baik dalam persepsi, pola pikir, pola sikap, kebijakan maupun langkah-langkah kita. Maka, marilah kita semua bermuhasabah dan berintrospeksi diri.
Marilah kita semua ber-tawassul kepada Allah melalui amal saleh terhadap berbagai kelompok hamba Allah, yang berdasarkan hadits-hadits di atas dan lain-lain, telah ditetapkan sebagai wasilah utama datangnya rezeki, pertolongan dan kemenangan dari Allah Ta’ala untuk kita, yakni kaum lemah dan duafa. Semoga, dengannya, Allah SWT mengasihi, merahmati dan memberkahi kita semua, serta memenangkan perjuangan dakwah Islam.
Adapun di antara bentuk-bentuk tawassul dengan amal saleh untuk kaum duafa diantara kita dan di sekitar kita, yang perlu diperhatikan dan dilakukan, secara singkat, adalah sebagai berikut:
Mengimani dan meyakini fakta ilahi yang terkandung di dalam hadits-hadits di atas dan lainnya bahwa, kaum duafa-lah salah satu wasilah utama turunnya rezeki, pertolongan dan kemenangan dari Allah untuk kita.
Tidak mengabaikan keberadaan kaum duafa diantara dan di sekitar kita. Tidak memandang rendah mereka. Dan tidak melecehkan atau menghinakan mereka. Melainkan justru menyadari keberadaan mereka, mengakui peran dan kontribusi besar mereka, serta memuliakan mereka, dan seterusnya, dan seterusnya.
BACA JUGA: Pura-pura Miskin demi Mendapatkan Uang, Apa Hukumnya?
Bertobat dan beristighfar kepada Allah SWT atas berbagai kelemahan, kekurangan dan keteledoran kita selama ini dalam memandang, memperlakukan dan menyikapi para duafa di antara kita dan di sekitar kita.
Melakukan gerakan permintaan maaf kepada kalangan duafa diantara kita dan di sekitar kita, sesuai dengan konteks, sifat dan tingkat hubungan masing-masing. Seperti misalnya permintaan maaf dari suami kepada istrinya, dari orang tua kepada anaknya, dari atasan kepada bawahannya, dari pimpinan apapun di setiap level kepada para anggota di bawahnya, dan dari setiap kita kepada para duafa diantara kita dan di sekitar kita, semisal kaum perempuan secara umum, segmen masyarakat “kelas bawah”, utamanya anak yatim, tetangga miskin, teman duafa, sahabat sakit dan lain-lain.
Memberikan perhatian spesial dan santunan khusus, sesuai kemampuan, kepada kaum duafa tertentu diantara kita dan di sekitar kita, yang sengaja dipilih seperti yang terlemah dan terdekat syukur-syukur sekaligus tersaleh misalnya, dengan niat khusus dan raja’ (pengharapan) spesial, sebagai bagian tawassul bil’amalish-shalih (tawassul dengan amal saleh) untuk kemenangan dakwah dalam jihad siyasi kali ini.
Dan terakhir secara khusus dan spesial pula, mengharap, meminta dan memohon doa tulus mereka untuk kemenangan dakwah, ketinggian Islam, keunggulan kaum muslimin, dan kemaslahatan kita semua. []
SUMBER: IKADI.OR.ID