Oleh: Lilis Holisah,
Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had al-Abqary Serang – Banten
BULAN Dzulhijjah adalah bulan di mana kaum muslimin dari berbagai penjuru negeri berbondong-bondong menuju Baitullah. Allah SWT telah mewajibkan umat Islam untuk menunaikan ibadah haji bagi yang mampu.
Jutaan orang Islam berbondong-bondong menempuh perjalanan yang sangat jauh dalam rangka perintah Allahnya. Semua instruksi bahwa pelaksanaan ibadah adalah tanggung, tidak ada kumpulan yang referensinya. Mereka semua bergembira bisa melakukan perintah Allah.
Pelaksanaan ibadah haji merupakan pernyataan bahwa hanya Allah satu-satunya Tuhan yang layak disembah oleh semua tuhan-tuhan lain.
BACA JUGA:Â Terhapusnya Dosa Orang Berhaji
Konsep tauhid ini tertancap pada orang-orang yang menunaikan ibadah haji. Mereka sadar akan keagungan Tuhannya pada saat prosesi pelaksanaan ritual haji.
Ritual haji mengajarkan kepada kita tentang tauhid, ketaatan dan ketundukan, kesatuan dan ukhuwah.
Aspek Ruhiyah dan Politik Ibadah Haji
Ibadah haji bukan semata bernilai ruhiyah. Namun, lebih dari itu, ibadah haji memiliki dimensi politis yang tidak bisa diabaikan. Ibadah haji telah mengajarkan akan ketaatan dan ketundukan kepada Sang Pencipta alam semesta, manusia dan kehidupan.
Umat ​​Islam dari berbagai penjuru dunia rela untuk panas-panasan, berdesak-desakan demi menyembuhkan perintah Allah. Ketaatan mereka hanya kepada Allah.
Mereka digunakan saat diperintahkan untuk tahwaf dibandingkan dengan arah jarum jam. Mereka tidak bisa menggunakan pakaian berwarna merah muda tanpa jahitan, sa’i dengan berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali bolak balik dari shafa ke marwa dan dari marwa ke bukit shafa, wukuf, jumrah dan yang lainnya. Semua ritual haji pelaksanaan dengan ketundukan, tanpa ragu, tanpa protes.
BACA JUGA:Â Tak Jadi Berangkat Haji Tahun Ini
Namun, ketaatan kepada perintah Allah sendiri tidak hanya ada pada ritual haji. Jika kita telah mengikrarkan bahwa Allah satu-satunya Tuhan yang layak disembah, berarti kita bisa berhubungan dengan aturan Allah dalam semua dimensi kehidupan.
Namun saat ini, jumlah orang lebih suka tebang pilih terhadap aturan Allah. Lebih suka memilih aturan yang mudah dilaksanakan dan bermanfaat bagi dirinya, serta aturan yang menganggap memberatkan.
Ketika pulang dari ritual haji, mereka berkecimpung kembali dengan ekonomi kapitalistik-ribawi, gaya hidup hedonisme- individualisme, politik oportunis, pendidikan sekuleristik-materialistik.
Ketika kita menyembah Allah sebagai Tuhan, kita telah menggunakan semua aturan-Nya bukan hanya dalam konteks ibadah, tetapi juga dalam ekonomi, politik, sosial, pendidikan, kesehatan dan lain-lain.
Inilah makna politis dari ketundukan dan ketaatan ritual haji, hanya menyebut Allah sebagai Tuhan yang layak disembah dan yang layak mengatur. Tidak selayaknya manusia menyaingi Tuhan dengan membuat aturan sendiri.
Manusia itu adalah makhluk yang lemah, terbatas dan serba kurang. Ia tidak tahu apa yang terbaik untuk dirinya, maka sangat mungkin juga tidak mengetahui siapa yang terbaik untuk manusia. Tak heran jika aturan yang dibuat oleh manusia hanya melahirkan kesengsaraan dan penderitaan.
Ibadah haji juga menekankan tentang persatuan dan ukhuwah Islamiyah. Jutaan orang dari seluruh penjuru negeri, satu suara tentang kewajiban haji. Mereka satu suara bahwa haji harus dilaksanakan di negeri kelahiran Nabiyullah Muhammad SAW.
Mereka bersatu menggunakan pakaian ihram tanpa protes, lepas dari atribut-atribut yang selama ini mereka pakai. Mereka bersatu dan bersaudara tanpa membeda-bedakan warna kulit, bahasa, suku, kebangsaan yang selama ini telah mengkotak-kotakan mereka.
Pertanyaannya, mengapa semua itu terjadi hanya pada saat ibadah haji? Mengapa mereka bersatu dan bersaudara hanya pada saat pelaksanaan ibadah haji tetapi tidak pada saat saat diluar ritual haji? Sejatinya sejatinya Islam itu bersaudara, dipersaudarakan oleh kekuatan akidah.
Realitas yang terjadi di negeri-negeri Islam saat ini adalah agama Islam terkotak-kotak atas nama nasionalisme. Persatuan dan persaudaraan hilang, direnggut paksa oleh nasionalisme. Mereka tidak peduli dengan orang Islam dari negara yang tidak negerinya. Lihat saja bagaimana kaum muslim Palestina harus berjuang sendiri melawan zionis Israel.
Padahal tetangganya adalah saudaranya. Apa yang sudah terjadi? Mesir malah mengakhiri dan menghalang-halangi kaum muslim yang ingin berjihad di tanah kaum muslim Palestina. Mesir dengan bergandengan mesra dengan Israel. Inikah persaudaraan itu?
Atau kita bisa melihat bagaimana Irak dijajah oleh AS, Afghanistan digempur oleh AS? Suriah dibantai oleh Bashar Assad. Negeri muslim mana yang mengerahkan kekuatan tentaranya untuk membantu mereka? Tidak ada!
Jika saja persatuan dan ukhuwah Islam pada saat haji juga terealisasi dalam kehidupan diluar haji, niscaya akan menjadi satu yang, yang bermartabat dan disegani oleh orang-orang kafir.
BACA JUGA:Â Syahadat Ok, Shalat Ok, Zakat Ok, Haji Ok, tapi Puasa?
Saatnya Bersatu
Persatuan raya tidak akan pernah terwujud tanpa ada usaha yang keras dari orang. Persatuan akan terwujud jika semua kalangan bersatu, bergerak, bahu membahu menyadarkan orang tentang urgensi persatuan Islam.
Umat ​​harus bersatu dalam mewujudkan Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam. Umat ​​harus bersatu dari ideologi Islam sebagai landasan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Bersatu, bergerak, dan tegakkan Ideologi Islam! Wallahu ‘alam. []