Table of Contents
SAHABAT Islampos, Islam pernah berjaya di Eropa, termasuk di Sisilia, wilayah yang kini berada di bawah pemerintahan negara Italia. Di sana, jejak peradaban Islam masih dapat ditemukan. Beberapa dinasti Islam pernah berjaya di Sisilia. Berikut penjelasan singkat tentang beberapa dinasti muslim yang pernah berkuasa di Sisilia.
Dinasti muslim yang pernah berkuasa di Sisilia
Sisilia berada di bawah pemerintah muslim selama 260 tahun. Dinasti muslim pertama yang menguasai Sisilia adalah Dinasti Aghlabiyah, yakni sebuah dinasti Islam yang memerintah di Afrika tepatnya timur Aljazair, Tunisia dan Libya barat. Dinasti tersebut berafiliasi dengan dinasti Abbasiyah.
BACA JUGA:Â Unik dan Tak Terduga, Inilah 5 Rahasia dalam Warisan Budaya Islam di Eropa
1 Dinasti Aghlabiyah
Tonggak dimulainya pemerintahan Dinasti Aghlabiyah ini dimulai pada 902, ketika Taormina berhasil ditaklukan.
Ataullah Bogdan Kopanski dalam artikel Islam in Italy and Its Libyan Colony (720-1992) menjelaskan, Aghlabiyah pada awal abad ke-10 tidak hanya sukses menaklukkan Sisilia, tetapi juga Kepulauan Malta yang berjarak sekira 140 km dari pantai selatan pulau itu. Dengan demikian, kawasan Mediterania Tengah dapat dikatakan berada dalam genggaman wangsa Muslim tersebut pada kurun masa itu.
Aghlabiyah menjadikan Palermo sebagai pusat pemerintahannya di Sisilia. Otoritas pusat di Ifriqiyah menunjuk kepala daerah untuk memimpin masyarakat setempat. Kadi juga diangkat untuk mengatur urusan kaum Muslimin di pulau tersebut.
Penerapan syariat di wilayah tersebut bukan berarti pengislaman masyarakat lokal, apalagi pemaksaan agama. Di bawah pemerintah muslim, komunitas Nasrani dan Yahudi di sana tetap bebas memeluk dan menjalankan keyakinan masing-masing. Mereka hanya diwajibkan untuk membayar pajak atau jizyah yang besarannya sekira 1 dinar per tahun. Pembayarannya pun sering kali dilakukan secara kolektif sehingga meringankan sekumpulan warga non-Muslim yang menghuni sebuah kota. Adapun zakat dibebankan kepada setiap orang Islam.
Kopanski menuturkan, Aghlabiyah dilanda kekacauan politik kala diperintah Abdullah II. Bahkan, amir tersebut kemudian dibunuh oleh anaknya sendiri yang bernama Abu Mudhar. Saat berkuasa, sang putra mengeklaim gelar Ziyadatullah III. Baru duduk di singgasana, ia menjatuhkan hukuman mati atas semua saudara lelaki dan pamannya.
Ziyadatullah III menghadapi berbagai gejolak dalam negeri. Upaya kudeta terutama datang dari gerakan Syiah Ismailiyah yang dipimpin Abu Abdullah asy-Syi’ah–kelak menjadi penasihat Abdullah al-Mahdi Billah, pendiri Dinasti Syiah Fathimiyah yang berbasis di Mesir.
Pada Februari 909, Abu Abdullah mengadakan pemberontakan besar-besaran. Bahkan, ibu kota Aghlabiyah kala itu, Raqqada, dapat dikepung pasukannya dari pelbagai penjuru. Ketika mereka dapat merangsek ke dalam istana, Ziyadatullah III ternyata lebih dahulu kabur ke arah timur. Amir tersebut memacu kudanya melewati Mesir dengan tujuan mencapai Baghdad untuk meminta Khalifah Abbasiyah mengembalikan kedudukannya. Hingga akhir hayatnya pada 911 M, permintaan itu tidak kunjung disanggupi sang khalifah Sunni.
Pada Maret 909, Dinasti Aghlabiyah diruntuhkan oleh gerakan Syiah Ismailiyah.
2 Dinasti Fathimiyah
Pada 909, Abu Abdullah, pemimpin pemberontakan terhadap Dinasti Aghlabiyah, bergabung dengan muridnya, Abdullah al-Mahdi, di Mesir. Sejak saat itu, tegaklah dinasti baru yang berhaluan Syiah di Negeri Piramida, Fathimiyah.
Secara otomatis, wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai Aghlabiyah menjadi milik Dinasti Fathimiyah. Itu pula yang terjadi pada pulau terbesar se-Mediterania.
Kekuasaan rezim Syiah itu di Sisilia bertahan selama dua dekade. Memang, perlawanan sempat bergulir, seperti yang dilakukan Ibnu Qurhub. Namun, mantan kepala daerah Tripoli untuk Aghlabiyah itu ditangkap dan dieksekusi.
BACA JUGA:Â Ekspansi ke Spanyol: Kisah tentang Toleransi dan Perdamaian
3 Dinasti Kalbiyah
Pada 948 M, Raja Fathimiyah Ismail al-Manshur menetapkan Hasan bin Ali dari Bani Kalbi sebagai pemimpin Sisilia. Sepeninggalannya, pulau itu dipimpin putranya sendiri, yakni Abu al-Qasim Ali. Maka terbentuklah secara de facto dinasti baru di sana, yakni Kalbiyah atau sering pula disebut Emirat Sisilia.
Abu al-Qasim alias Bolkasimos gugur dalam perang melawan pasukan kaisar Jerman, Otto II, di Crotone, Italia. Penerusnya berupaya menjaga stabilitas dalam negeri dengan meningkatkan kapasitas militer di perbatasan serta meredam konflik-konflik politik internal. Hasilnya, pada era amir Ja’far (983-985) dan Yusuf al-Kalbi (990-998) Emirat Sisilia mencapai masa keemasan.
Dinasti Kalbiyah yang menjadi penguasa pulau Sisilia, memerintah dengan toleransi tinggi sehingga kondisi Sisilia yang sempat memanas karena konflik etnis dapat kembali stabil. Beragam suku, dan etnis, seperti orang Sisilia, Arab, Yahudi, Barbar, Persia, Tartar, dan Negro dapat berbaur dalam toleransi dan keharmonisan. Tidak ada pembantain terhadap salah satu etnis atau agama. Penduduk yang berbeda agama dilindungi, dan dihormati kebebasannya dalam menjalankan aktivitas peribadatan.
Kekuasaan umat Islam di Sisilia sendiri berakhir pada tahun 1061 M. Runtuhnya rezim Kalbiyah disebabkan oleh perang sipil, dan campur tangan kekaisaran Bizantium, yang membantu penaklukan bangsa Norman atas kepulauan Sisilia. Sejak itu, dominasi Islam pun lenyap dari bumi Sisilia. Meski begitu pengaruh dan peradaban yang diwariskannya masih tetap dapat disaksikan hingga sekarang. []
SUMBER: REPUBLIKA | WAWASAN SEJARAH