JAKARTA—Anggota DPD RI Fahira Idris mengungkapkan rasa prihatin atas disahkannya Perppu Ormas menjadi undang-undang. Menurutnya, Perppu Ormas dapat berpotensi menjadi anti-demokrasi.
Hal tersebut menjadi sebuah ironi, karena Perppu Ormas justru disahkan oleh lembaga demokrasi, yakni DPR RI.
“Innalillahi. Sah sudah, regulasi yang berpotensi antidemokrasi disahkan oleh lembaga demokratis bernama DPR menjadi Undang-Undang,” ujar Fahira , seperti dikutip dari Republika pada Selasa (24/10/2017) kemarin.
Ia menjelaskan sebernarnya UU No.17 Tahun 2013 tentang Ormas masih memadai digunakan pemerintah untuk membubarkan Ormas-Ormas yang dianggap bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.
Pembubaran Ormas tentunya melalui mekanisme pengadilan sebagai salah satu ciri negara demokrasi. Fahira menyampaikan bahwa yang membedakan negara demokrasi dan bukan demokrasi adalah sejauh mana lembaga peradilan diberi peran sebagai penyeimbang dari pemegang kekuasaan.
“Jika negara tersebut demokratis maka lembaga peradilan menjadi aktor kunci menjaga check and balance dari pemegang kekuasaan,” jelasnya.
Sehingga akuntabilitas pemerintah terjaga sebagaimana aturan main dari demokrasi. Lembaga peradilan dalam negara demokrasi seharusnya menjadi penjaga agar tidak ada kebijakan pemegang kekuasaan yang melanggar HAM.
Dalam negara demokrasi, Fahira menambahkan, hanya lembaga peradilan yang paling obyektif memutuskan apakah sebuah tindakan melanggar hukum, bukan pemerintah. Oleh karena itu, membubarkan ormas lewat pengadilan menjadi konsekuensi jika bangsa ini ingin tetap teguh memegang prinsip demokrasi.
“Perppu Ormas yang sudah disahkan DPR ini menunjukkan rezim saat ini sukanya menempuh jalan pintas dan sporadis dalam menyelesaikan berbagai persoalan bangsa,” tegas senator asal Jakarta tersebut.
Cara pintas tersebut dikhawatirkan berpotensi melanggar prinsip-prinsip kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah disepakati bersama sejak era reformasi yaitu demokrasi.
Namun demikian, Fahira meyakini Perppu Ormas akan dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi. Karena selain tidak memenuhi unsur kegentingan juga mengabaikan lembaga peradilan sebagai salah satu pilar demokrasi, pungkasnya.[]