ALLAH Ta’ala telah menaqdirkan musuh dari kalangan jin dan manusia kepada setiap Nabi, Utusan Allah, dan para penerusnya hingga Hari Kiamat. Musuh-musuh itu tak akan pernah senang dengan dakwah. Mereka akan senantiasa membuat makar untuk memadamkan dakwah hingga tetes darah penghabisan.
“Saya teringat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menceritakan,” ujar sahabat mulia Abdullah bin Mas’ud.
Pada kesempatan kala itu, Nabi mengisahkan adanya Nabi yang dipukuli oleh kaumnya hingga berdarah-darah.
“Ada seorang Nabi yang sering dipukuli oleh kaumnya hingga berlumuran darah.” lanjut Abdullah bin Mas’ud menirukan penuturan Nabi yang mulia.
Para imam ahli hadits berbeda pendapat dalam menafsirkan siapakah Nabi yang dimaksud dalam riwayat ini. Sebagian menisbatkannya kepada Nabi Nuh ‘Alaihis salam yang berusia 950 tahun dan berdakwah pagi sampai malam. Sebagian lainnya berpendapat, Nabi dalam riwayat tersebut adalah Muhammad bin Abdullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Kedua riwayat ini saling menguatkan. Karena para Nabi memang mengalami ujian yang berat, yang berasal dari kalangan jin dan manusia.
Ketika para Nabi dilempari batu hingga berlumuran darah, diusaplah darah tersebut sembari berdoa,
“Ya Allah, ampunilah kaumku. Sungguh mereka tidak mengetahui.”
Alangkah indahnya doa ini. Alangkah lembutnya hati para Nabi yang mulia. Betap tulusnya perasaan mereka hingga mampu mendoakan kebaikan kepada kaum yang nyata-nyata mendurhakai bahkan menyakitinya secara fisik.
Doa ini pula yang dipanjatkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam kunjungan ke Yatsrib yang mula-mula. Ketika batu-batu dilontarkan ke wajah dan sekujur badan manusia paling mulia di muka bumi itu, lalu darah berlumuran di sana-sini.
Dalam rehatnya, datanglah malaikat yang menyampaikan penawaran. “Jika engkau berkehendak, aku bisa menjatuhkan gunung itu kepada mereka.”
Tetapi Nabi yang lembut hatinya menolak. Tak tega menimpakan siksa kepada kaumnya. Sehingga yang meluncur dari lisannya adalah pinta, “Ya Allah, ampuni kaumku. Sungguh, mereka tidak mengetahui.”
Doa ini pula yang dipanjatkan oleh Nabi dalam medan Uhud yang diberkahi. Ketika wajah beliau terluka, ketika ada gigi suci yang tanggal karena pukulan benda tajam, ketika fasilitas ‘melaknat’ diberikan, Nabi tetap santun dalam lantunan pintanya, “Ya Allah, ampunilah kaumku. Sungguh, mereka tidak mengetahui.”
Tetapi kisah ini bukan pembenaran bagi siapa pun untuk berlemah lembut kepada musuh-musuh Islam ketika mereka nyata memerangi kaum Muslimin dan melontarkan hinaan, penistaan, caci maki, atau sejenisnya. []