KETIKA Khalifah Ali bin Abi Thalib sedang dalam perjalanan menuju Kufah, ia melewati sebuah kota Anbar. Para pemuka kota hingga petani merasa kegirangan melihat Khalifah melewati kota mereka.
Melihat hal tersebut, Ali menyeru, “Mengapa kalian berlarian? Ada apa gerangan?”
BACA JUGA: Jadi Gubernur di Masa Khalifah Umar, Ammar bin Yasir Tak Peduli Cacian Orang
Mereka menjawab, “Ini bentuk rasa hormat yang kami persembahkan kepada para pemimpin kami. Dan ini sebagian dari tradisi kami.”
Ali pun menjawab, “Kebiasaan ini membuat kalian menderita di dunia ini dan membawa kemalangan di hari kemudian. Hindarilah selalu bentuk praktik semacam ini yang merendahkan dan mempermalukan kalian sendiri. Lagi pula, apa keuntungan dari kebiasaan ini bagi orang-orang yang kalian hormati itu?”
Budaya pujian dan penyambutan tersebut bisa mengarah pada kultus individu yang mampu mencelakakan dan menyesatkan seseorang. Dalam hadits riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Berhati-hatilah dalam memuji (menyanjung-nyanjung), sesungguhnya itu adalah penyembelihan.”
BACA JUGA: Umar bin Khattab Bertanya pada Hudzaifah: Apa Ada Ciri Kemunafikan dalam Diriku?
Seseorang yang dipuji secara berlebihan akan merasa dirinya lebih penting daripada yang lain. Maka akan timbulnya penyakit hati yaitu perasaan takabur dan sombong. Seperti dalam firman Allah SWT, “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan setinggi gunung. (Qs Al-Asra [17]: 37) []
Sumber: Oase Kehidupan, Merujuk Kisah-Kisah Hikmah Sebagai Teladan/Penerbit: Marja/Penulis:Abu Dzikra – Sodik Hasanuddin,2013