JAKARTA–Sekjen Gerbang Pronas (Gerakan Kebangkitan Produk Nasional), Ahmad Syakirin meyakini banyak produk nasional yang dapat menggantikan produk barang yang terafiliasi dengan Israel.
Syakirin percaya produk-produk nasional tersebut sebenarnya memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari produk-produk Israel.
“Gerbang Pronas yakin produk nasional bisa gantikan produk Israel. Warung Steak and Shake bisa gantikan KFC. Sari Roti gantikan Kitkat. Le Minerale gantikan Aqua dan lain sebagainya. Kita ingin produk nasional jadi Raja di negeri sendiri,” kata dia dalam diskusi yang berlangsung di Mampang, Jakarta, Sabtu (18/11) kemarin.
Menurut Syakirin, Fatwa MUI Nomor 83 Tahun 2023 tentang Hukum Dukungan terhadap Pejuang Palestina kian memberi legitimasi umat Islam di Indonesia untuk menghindari penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel atau produk yang mendukungnya.
Karena itu, secara bersamaan, fatwa tersebut harus menjadi momentum besar kebangkitan produk nasional.
BACA JUGA: MUI Imbau Umat Hindari Transaksi Produk Israel
“Motif kita bukan hanya sekedar solidaritas untuk Palestina. Motivasi kita untuk mengurangi ketergantungan terhadap produk luar negeri yang terafiliasi dengan Israhell. Ini harus jadi momentum besar untuk mendorong kebangkitan produk nasional,” jelas dia.
Syakirin pun percaya inisiatif Gerakan Kebangkitan Produk Nasional akan menjadi bola salju yang membesar dan potensial menghancurkan konsumsi produk terafiliasi Israel di Indonesia. Karena itu, supaya lebih konstruktif dan produktif, spirit dan inisiatif ini harus diarahkan untuk mendorong hadirnya produk-produk nasional yang mendunia.
“Supaya konstruktif dan produktif, inisiatif dan semangat ini harus digunakan untuk mendukung produk nasional. Ini juga menjadi langkah awal umat Islam untuk mendorong kedaulatan produk nasional atas produk asing,” tutur dia.
Hampir senada, Wakil Sekjen MUI Arif Fahruddin menegaskan fatwa MUI tentang dukungan perjuangan Palestina berlaku wajib bagi umat Muslim di Indonesia. Sehingga dengan demikian, komitmen agar umat Islam menghindari penggunaan produk terafiliasi Israel atau produk yang mendukungnya juga menjadi wajib hukumnya.
“Fatwa tersebut wajib. Harus ditaati. Penting bagi kita untuk menunjukkan dukungan terhadap Palestina. Umat Islam dihimbau semaksimal mungkin menghindari melakukan transaksi (pembelian) produk-produk tersebut,” ujarnya.
Karena itu, seharusnya tak boleh ada toleransi atas implikasi fatwa ini. Semua merek yang terafiliasi dengan Israel, harus dihindari dan dialihkan penggunaannya kepada produk-produk nasional atau produk dalam negeri. Bagi Arif, prinsip ini harus diyakini oleh umat Islam Indonesia.
“Saya kira jelas yah. Hindari produk-produk terafiliasi Israel dan beralihlah kepada produk-produk nasional yang bagus. Ini komitmen kita kepada Palestina dan kedaulatan ekonomi nasional. (Fatwa) ini menumbuhkan kesadaran umat Islam untuk menggunakan produk anak bangsa sendiri,” jelas dia.
Yayasan Konsumen Muslim Indonesia (YKMI) juga punya pendapat yang sama. Juru Bicara YKMI, Megel Jekson menyebut inisiatif yang dibuat Gerakan Kebangkitan Produk Nasional sebagai pertanda munculnya kesadaran konsumen muslim untuk memprioritaskan penggunaan barang barang produksi perusahaan nasional.
Momentum ini, menurut dia, akhirnya dapat diarahkan untuk mendorong peralihan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel ke produk-produk buatan dalam negeri.
“Konsumen Muslim Indonesia adalah salah satu konsumen muslim terbesar di dunia.
Inisiatif ini tentu saja menjadi tanda menguatnya kesadaran umat Islam untuk membuang produk yang terafiliasi dengan Israel dan menggantinya dengan produk barang yang sesuai dengan kepentingan umat. Kesadaran ini adalah modal besar untuk menghadirkan produk nasional yang besar dan bermanfaat bagi umat Islam Indonesia,” ucap dia.
Namun demikian, Megel berharap inisiatif ini tidak bersifat sementara. Dengan menggandeng seluruh elemen kekuatan umat Islam, dirinya berharap inisiatif ini akan semakin membesar dan membuat produk nasional menggantikan keberadaan produk-produk yang terafiliasi Israel.
Dirinya berkeyakinan banyak produk-produk nasional yang sebenarnya memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari produk produk Israel.
“Saya kira ini hanya soal komitmen dan niat. Produk nasional banyak kok yang punya kualitas hebat. Hampir di seluruh jenis produk, produk nasional tidak kalah saing. Di coffee shop, kita punya #KopiTuku untuk menggantikan Starbucks. Di Fried Chicken, kita punya Hisana untuk melawan McDonalds. Kita juga punya Le Minerale untuk menggantikan hegemoni Aqua. Pun, termasuk produk susu Indofood untuk menggantikan Nestle. Kita punya segudang produk nasional yang bagus,” jelas dia.
Ketua Santripreneur Indonesia wilayah DKI Jakarta yang juga Wakil Sekretaris PWNU DKI, Faisal Romdoni menilai saat ini menjadi momentum yang tepat bagi masyarakat untuk mulai menggunakan produk-produk buatan dalam negeri. Dirinya pun meyakini banyak sekali sebenarnya produk nasional yang memiliki daya saing dan kapasitas untuk menjadi perusahaan dunia.
BACA JUGA: MUI: Aksi Bela Palestina Bentuk Kepedulian Sesama Muslim
“Sekali lagi, Fatwa MUI ini menghadirkan momentum bagi umat muslim Indonesia untuk mendukung produk-produk buatan dalam negeri. Produk-produk buatan perusahaan nasional kita memiliki kapasitas untuk menjadi perusahaan yang bersaing di dunia,” ujarnya.
Sementara itu, Ahmad Syakirin menambahkan perlunya masyarakat untuk mengetahui ciri perusahaan nasional dan perusahaan asing. Salah satunya, menurut dia, dilihat dari status kepemilikan perusahaan. Masyarakat harus mendukung penggunaan produk nasional yang perusahaannya seratus persen dimiliki orang Indonesia.
“Cara termudah untuk membedakan produk nasional dan lokal adalah kepemilikannya. Jadi, jika kepemilikannya saat ini dimiliki oleh asing berarti itu bukan perusahaan nasional. Misalnya soal air minum kemasan saja. Aqua milik Danone (perusahaan Prancis), Le Minerale milik Mayora yang jelas perusahaan lokal. Secara prinsipiil, kita harus dukung perusahaan nasional milik Indonesia agar bisa berjaya,” tegas dia. []
REPORTER: RHIO | ISLAMPOS