JAKARTA–Perawat pasien Corona (COVID-19) di RS Persahabatan diminta untuk meninggalkan kamar kosnya. Perawat ini dianggap sebagai pembawa virus sehingga terpaksa tinggal di rumah sakit.
“Kami mendapat laporan dari perawat itu bahwa ada teman-temannya tidak kos lagi di sana, di tempat kosnya. Karena setelah diketahui rumah sakit tempat bekerjanya tempat rujukan pasien COVID-19. Mereka sekarang, saya sudah tanya mereka, tinggalnya di rumah sakit dulu,” kata Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhilah, Selasa (24/3/2020).
Harif mengatakan pihak manajemen rumah sakit sedang berusaha mencarikan tempat tinggal untuk perawat yang jadi korban stigma tersebut.
BACA JUGA:Â Menyikapi Musibah dan Wabah Virus Corona dalam Islam
“Sementara dan pihak manajemen rumah sakit sedang berusaha mencarikan tempat tinggal yang layak untuk mereka bisa transit,” imbuh Harif.
Harif mengaku sementara ini laporan terkait stigma tersebut baru dia terima dari para perawat di RS Persahabatan. Sedangkan untuk perawat di rumah sakit rujukan lainnya belum ada laporan secara langsung kepada Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
“Di tempat lain belum secara langsung. Ya yang kami dapat laporan langsung seperti itu,” ujar Harif.
Dia mengaku juga mendengar adanya stigma yang dialami keluarga petugas medis. Namun dia belum mengkonfirmasi secara langsung.
“Itu baru berita, tapi saya belum memastikan betul. Jadi cerita dari teman-teman, jadi cerita berantai. Namun gejala itu ada,” ucap Harif.
Harif kemudian menuturkan stigma tak hanya dialami perawat. Koas, mahasiswa kedokteran, dan mahasiswa kedokteran spesialis RS Persahabatan juga mengalaminya.
BACA JUGA:Â Staf Khusus Kepresidenan Ungkap Penular Terbesar Virus Corona di RI
“Karena bukan hanya perawat, dokter juga. Waktu kemarin saya dialog di salah satu stasiun tv, itu ada dokter juga yang baru dapat berita seperti itu juga. Hal yang sama. Ada juga dilaporkan koas, mahasiswa kedokteran, mahasiswa spesialis, perawat yang kos di sekitar RS Persahabatan itu,” papar dia.
Harif menyampaikan kekecewaan atas sikap masyarakat yang memberi stigma perawat pasien Corona sebagai pembawa virus. Menurutnya, diperlukan edukasi secara terus-menerus agar masyarakat paham penularan Corona tak melalui udara, melainkan dari percikan liur.
“Kecewa dan menyayangkan. Kita juga memahami ketakutan masyarakat. Tentu harus terus kita edukasi bahwa paparan COVID-19 ini kan pada droplet bukan dari udara, tapi percikan. Selama kita bisa lakukan physical distancing, itu salah satu pencegahannya. Kalau itu bisa dilakukan di kosan, kenapa harus takut,” tutur Harif. []
SUMBER: DETIK