Sayang, Sebelum tidur aku berdoa sederhana saja, “Semoga esok pagi, aku masih bisa mendoakan keselamatan untukmu.”
Bukankah Allah yang Maha Baik telah mengabulkan doaku sebelum kedatanganmu, “Apabila cinta sanggup menyelamatkanku dari zina, maka segerakanlah hamba berumah tangga.”
Setelah dirimu datang, tercukupkanlah segala pinta. Maka, kujalani hidup secara sederhana, “Mencintaimu dalam sabar yang tak usai untuk ditakar, mengasihimu dalam ikhlas yang tak usai untuk dibahas.”
Sayang, kehadiranmu menjadi doa dari segala doa. Bukankah nyata adanya, dirimu tercipta sebagai kesempurnaan separuh agama, lalu untuk apa meminta yang lain jika kedatanganmu sudah membuatku merasa bahagia.
Pencapaian tertinggi dalam memaknai bahagia ialah kedamaian dalam hidup, dan kutemukan saat berada di sisimu. Sebab memilikimu secara utuh membuat hatiku menemu teduh.
Sayang, terima kasih, dirimu sudah memuliakanku dengan rasa nyaman. Kini izinkan aku menyantunkan hati; menyapa Allah, sembari berkabar bahwa kedatanganmu mewujud rindu yang tiada berkesudahan.
Aku mencintaimu, seperti waktu yang tiada bosan mendewasakanku. []
Arief Siddiq Razaan, 2016