BERBAGAI peristiwa seperti kecelakaan pesawat, pencurian organ, bom bunuh diri, mutilasi dan pemerkosaan seakan tidak pernah lepas dari cabang ilmu kedokteran forensik. Ilmu kedokteran yang satu ini dikenal juga sebagai ilmu kedokteran kehakiman.
Tugas dari kedokteran forensik adalah membantu proses peradilan pihak yang berperkara khususnya hakim untuk membuat jelas jalannya perkara dan supaya hakim bisa memutuskan lebih tepat, adil dan benar. Saat ini dikenal ada dua mainstream ilmu kedokteran forensik yaitu patologi forensik (pemeriksaan terhadap jenazah) dan forensik klinik (pemeriksaan orang hidup).
Terkait profesi dokter forensik, kali ini kita akan mengangkat kisah dari Oktavinda Safitry.
Tahun 90-an merupakan awal perkenalan wanita yang akrab disapa Idhoen dengan jenazah korban kecelakaan. Sebelumnya, ia tak pernah mengira dunia forensik akan menjadi passionnya selama lebih dari 16 tahun.
BACA JUGA: Awas, Hubungi Dokter Jika Anda Alami 8 Gejala Darah Nifas Ini
Wanita yang bergelar dr Idhoen ini mengaku sempat merasa ‘salah jurusan kuliah’ pada awalnya.
“Saya baru mulai tertarik forensik di tingkat dua (kuliah). Dulu tuh masih kecil penginnya jadi hakim, polisi. Mungkin karena waktu kecil suka baca cerita detektif ya? Ya memang saya orangnya pecicilan ya,” tutur dr Idhoen.
Meski sudah bergelut dengan jenazah korban bencana maupun kecelakaan, dengan berbagai bentuk, utuh hingga potongan-potongan kecil. Namun dr Idhoen mengaku tak pernah merasa takut atau jijik sekalipun menghadapi para jenazah.
“Sebenarnya segala sesuatu yang kita lakukan kan tergantung niat. Jadi niatnya kan kita membantu. Ini kan orang sudah meninggal, nggak ketahuan siapa. Sebenarnya forensik itu selalu mengingatkan saya pada kematian. Dan jadi orang nggak boleh sombong,” kata ibu dua anak ini.
“Daripada takut sama mayat, saya lebih takut orang hidup. Kalau mayat kan nggak bisa ngelawan. Misalnya korban pembunuhan, kan yang jahat yang masih hidup kan biasanya,” kelakarnya.
Tiap kasus forensik baginya memiliki keunikan masing-masing. Pasti akan ada sesuatu yang baru yang dapat ia pelajari dari kasus tersebut. Bekerja sebagai dokter forensik membuat dr Idhoen selalu tak lupa bersyukur, bahkan profesi ini sangat didukung oleh sang suami tercinta.
BACA JUGA: Inilah 3 Dokter Wanita Pada Zaman Rasulullah
dr Idhoen tergabung dalam tim Disaster Victim Identification (DVI) sejak 2002. Ia juga telah terlibat dalam beberapa bencana massal seperti Tragedi Bom Bali 2002, gempa Padang tahun 2009, serta kasus kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang terjadi pada Oktober lalu.
Wanita yang tampak bugar di usia 40an ini selalu berusaha maksimal dalam menjalankan tugas mulianya. Forensik menurutnya sangat dinamis, tak hanya bekerja di dalam (rumah sakit atau laboratorium) namun juga bisa di luar (di TKP), serta tak melulu bertemu jenazah namun ia juga kerap bertemu korban yang masih hidup.
“Kita bisa melihat bahwa kematian itu tidak melihat apakah kamu kaya, ganteng, cantik. Kalau udah meninggal ya sama semua. Kan mati tuh begitu tuh, busuknya sama,” tandas dr Idhoen yang kini juga mengajar di Spesialis Forensik FKUI. []
SUMBER: DETIK HEALTH