Adam pernah lupa, maka keturunannya bisa lupa. Adam pernah berdosa, maka anak cucunya juga diakrabi oleh dosa. Maka niscayanya dosa, harus jadi jalan kita menghamba.
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ لَمْ تُذْنِبُوا لَذَهَبَ اللَّهُ بِكُمْ وَلَجَاءَ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ فَيَسْتَغْفِرُونَ اللَّهَ فَيَغْفِرُ لَهُمْ
“Demi Dzat yang jiwaku ada di tanganNya, seandainya kalian tidak pernah berbuat dosa, niscaya Allah akan mengganti kalian dengan mendatangkan suatu kaum yang kemudian kaum tersebut berbuat dosa, kemudian mereka meminta ampun kepada Allah, dan Allah akan mengampuni mereka” (HR. Muslim).
Dosa kan bermakna dan berharga, jika menuntun pada taubat dan kedekatan denganNya. Sebagaimana ‘amal ibadah bisa berbahaya, jika menyusupkan angkuh ke dalam dada. Adam bermaksiat lalu bertaubat, dan Allah mengampuninya. Iblis taat, lalu tinggi hati dan merasa lebih, maka Allah mengutuk ia selamanya.
Mengakui dosa melahirkan kerendahan hati. Ia juga mengajari kita untuk tidak membantu syaitan, ketika saudara kita jatuh dalam dosa. “Jangan menjadi pembantu syaithan bagi saudaramu”, demikian Nabi ﷺ bersabda pula. Bagaimanakah itu? “Yaitu ketika dia jatuh ke dalam dosa lalu kalian membuatnya putus asa dari rahmat Allah.” Maka pada pendosa yang niat taubatnya mengintip malu, beri tepukan semangat di bahu. Bisikkan, “Ayo saudaraku, keshalihanmu dirindu!”
Kesadaran kita sebagai pendosa adalah bahwa tiap dosa meninggalkan tanda. Orang beriman dan berhati jernih mungkin merasakannya hingga kadang hubungan kita dengan mereka jadi ikut terluka. Tiap dosa membuka pintu untuk terjadinya dosa lain. Tiap dosa melahirkan kebas hati yang membuat rasa bersalah makin tipis. Dosa mengungkung nurani hingga membuat kita salah menafsir suara hati. Dosa menghalangi jalur rizqi seperti kerak-kerak lemak menghalangi aliran darah.
Tapi inilah penghiburnya: “Jika masih terasa ada gelap dalam dada ketika kau berdosa”, ujar Al Imam Ibn Al Jauzi, “Maka berbahagialah. Itu tandanya masih ada cahaya di sana.
“Lalu kuatkan ia dengan menghambur ke arah Allah, Maha Cahaya. Meski tertatih, meski jatuh lagi, meski terseok, meski kembali terperosok. []