Oleh: Novita Sari Gunawan
Aktivis Akademi Menulis Kreatif
MELANGKAHKAN kaki memasuki gerbang surga merupakan impian setiap muslim sejati. Setelah menerjang terjalnya medan juang bernama dunia. Surga ialah sebaik-baik penghibur dan motivasi bagi jiwa. Tak ayal mereka pun berlomba-lomba dalam meraihnya. Hadir dalam majelis-majelis ilmu demi menyeruput beragam trik dan upaya untuk mencapai cita-cita tertinggi tersebut.
Demikian ketika mendengar kata neraka, baru membayangkannya saja sudah membuat semua orang bergidik. Merajut asa menengadah doa agar dihindarkan sejauh-jauhnya dengan persemayam terakhir yang menakutkan itu. Terbayang dengan ancaman-ancaman azab pedih yang telah Allah SWT gambarkan dalam kitab suci Al-Qur’an.
BACA JUGA: Apakah Saya akan Masuk Surga, Jika Melakukan 2 Hal Ini?
Sungguh, kita tak akan mengetahui bagaimana kedudukan kita di akhirat kelak. Apakah kita termasuk orang-orang yang menerima catatan amal di tangan kanan atau di tangan kiri kita. Secara kasat mata kita bisa menghukumi segala ibadah dan perbuatan baik akan mengiringi seorang hamba ke surga begitu juga sebaliknya segala dosa dan keburukan akan menjebloskannya kedalam neraka.
Namun, ternyata ada dosa yang malah mengantarkan kita ke surga. Yakni dosa yang dengannya seorang hamba bertaubat hingga dicintai oleh-Nya. Meninggalkan segala perbuatan dosanya. Menyesali sedalam-dalamnya serta menutupnya dengan amal kebaikan yang terus saja mengalir tiada henti hingga berpulangnya ia kembali ke pangkuan-Nya.
Tersebutlah kisah seorang sahabat sejati Rasulullah Saw yang di masa lalunya ialah seorang pendosa. Dia lah Umar bin Khattab R.A, seorang penjegal dan sempat bernafsu ingin sekali membunuh Rasulullah SAW dengan tangannya. Namun, di akhir hayatnya makamnya justru berdampingan dengan sosok mulia tersebut yang dulunya ia benci. Ia bertaubat lalu membersamai langkah perjuangan dakwah Rasulullah SAW. Juga menjabat sebagai salah satu Khalifah yang menjadi estafet penerus dakwahnya. Bergelar Al-Faruq yang maknanya ialah pembeda antara yang haq dan bathil dengan tegas dan jelas. Tanpa adanya kompromi dan jalan tengah terhadap hukum yara’.
Begitu pula ada ibadah yang justru membuat kita terperosok dalam jurang neraka. Yaitu ibadah yang dengannya seorang hamba merasa sesak dengan kebanggaan dirinya. Menganggap diri lebih baik dari orang lain. Serta berpeluh mengerahkan segenap daya dan upaya dalam ibadahnya tapi dalam hatinya bermaksud agar orang lain kagum kepadanya.
Al Imam Muslim meriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah R.A (No.1905), bahwasannya Rasulullah SAW bersabda:
Pada hari kiamat nanti, dihadirkan seorang laki-laki yang mati dalam keadaan peperangan fii sabilillah (di jalan Allah). Kemudian diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat Allah hingga ia mengakuinya. Selanjutnya ia ditanya, “Apa yang telah engkau perbuat di dunia?” Ia menjawab, “Aku telah berperang demi Engkau (Allah) hingga aku terbunuh.” Allah berkata, “Bohong! Engkau berperang bukan karena aku, tapi supaya engkau disebut pahlawan. Kini gelar itu telah engkau peroleh.” Lalu orang itu diseret ke neraka dengan wajah tersungkur.
BACA JUGA: Begini Kondisi Penghuni Neraka Jahanam
Kemudian didatangkan orang yang kedua, yaitu seorang laki-laki yang sering membaca Al Qur’an, rajin menuntut ilmu, dan senantiasa mengajarkan pengetahuannya kepada orang lain. Lalu ia ditanya, “Apa yang telah engkau perbuat (selama hidup di dunia)?” Dia menjawab, “Aku mempelajari berbagai ilmu dan mengajarkannya kepada orang lain, dan aku juga sering membaca Al Qur’an karena-Mu.” Allah menjawab, “Bohong! Engkau belajar dan mengajar bukan karena Aku. Bacaan Al Qur’anmu juga bukan karena Aku. Engkau belajar dan mengajar agar dikatakan pintar dan ‘alim. Kini sebutan itu telah engkau peroleh. Bacaan Al Qur’anmu juga bukan karena Aku, tetapi agar engkau diberi gelar Qori’. Itu juga telah engkau raih.” Akhirnya ia juga diseret ke neraka dengan wajah tersungkur.
Kemudian dihadirkan orang ketiga. Yakni, laki-laki yang diberi kelapangan hidup dan berbagai jenis harta kekayaan. Kemudian diperlihatkan kepadanya nikmat-nikmat Allah hingga ia mengakuinya. Lantas ia ditanya, “Apa yang telah engkau lakukan?” “Aku telah menginfakkan seluruh hartaku di jalan yang Engkau sukai dan semuanya karena-Mu.” jawabnya. Allah berkata, “Bohong! Engkau melakukan itu agar dikatakan sebagai dermawan. Dan itu telah engkau peroleh.” Akhirnya dengan wajah tersungkur ia juga diseret ke neraka.
Cukuplah kisah-kisah diatas menjadi pengingat bahwa senantiasa memeriksa dan meluruskan niat kita. Memahami bahwa segala amal perbuatan hanya dapat diterima apabila niat kita hanya mengharap Ridho Allah SWT, serta dilakukan dengan cara yang sesuai dengan apa yang telah disyariatkan oleh-Nya.
Allah SWT berfirman:
الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا ۗ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ
“yang menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa, Maha Pengampun,” (QS. Al-Mulk 67: Ayat 2)
Semoga kelak kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang telah Allah SWT sebutkan memiliki amal yang terbaik. Baik itu pendosa yang telah bertaubat dan berhijrah di jalan Allah SWT. Juga ahli ibadah yang senantiasa memperbaiki kualitas amal tersebut agar ditujukan hanya untuk meraih Ridho-Nya. Karena dengannya nanti akan menjadi wasilah penghantar kedalam surga yang kekal seluas langit dan bumi. Wallahu a’lam biashshawab. []