JAKARTA—Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menyatakan, pembahasan mengenai Rancangan Undang-Undang (RUU) Terorisme telah mencapai tahap akhir. Sejauh ini, sudah mengerucut pada dua poin, yakni soal pelibatan TNI dan definisi mengenai terorisme.
“Hasil sidang Pansus RUU Terorisme telah mencapai dua kesepakatan, pertama soal pelibatan TNI, kedua soal definisi terorisme,” kata Arsul saat diskusi mengenai Nasib RUU Terorisme di Kantor Imparsial, Jakarta, Kamis (29/03/2018).
Arsul menjelaskan, soal definisi terorisme sampai saat ini masih menjadi perdebatan panjang. Hal itu terjadi lantaran dari beberapa elemen masyarakat, khususnya ormas Islam merasa keberatan.
“Ini ada masukan dari elemen masyarakat, khususnya umat Islam yang selalu terstigmakan sebagai pelaku teror. Padahal pelaku teror bisa dari penganut kepercayaan mana saja,” ujarnya.
Selain itu, mengenai peran TNI, sempat ada usulan pelibatan TNI pada peristiwa tertentu saja. Seperti misalnya menangani penanganan kejahatan terhadap Presiden dan keluarganya, Wakil Presiden dan keluarganya, tindak kejahatan di laut, serta tindak kejahatan di pesawat terbang.
“Kami tidak melihat bahwa TNI ini harus ditutup sama sekali peranannya. Kami meminta agar pendekatannya tidak berbasis peristiwa teror tertentu, tetapi pada track level, skala ancaman, seperti yang diterapkan di negara-negara Eropa Barat,” pungkasnya.
Skala ancaman, kata Arsul, bisa terjadi di mana saja. Mengacu pada skala ancaman yang diterapkan di beberapa negara Eropa Barat, mencakup pada lima hal yaitu low (lemah), moderate (sedang), high (berat), severe (genting) dan critical (kritis).
“Jadi kalau skala ancamannya sudah genting, apalagi kritis, baik terjadi di laut maupun udara, maka pelibatan TNI menjadi perlu,” tuturnya. []
Reporter: Tommy