PADA siang hari yang terik, Umar bin Khattab RA pergi ke padang penggembalaan domba. Tak sengaja ia melihat seorang anak penggembala sedang duduk berteduh di bawah pohon kurma yang menjulang tinggi. Perlahan Umar mendekati anak kecil itu dan bertanya, “Anakku, bolehkah aku membeli satu ekor kambing gemukmu dengan harga yang tinggi?”
Mendengar pertanyaan itu, si penggembala kecil menjawabnya dengan tegas, “Wahai orang tua, kambing-kambing ini bukan milikku, tapi milik majikanku. Aku hanya diberikan amanah untuk memeliharanya dengan baik.”
BACA JUGA: Budak Abu Lahab yang Menyayangi Nabi
Umar mencoba membujuk si penggembala lagi, “Anakku, katakanlah kepada majikanmu bahwa seekor harimau telah mencuri kambing itu, dan majikanmu tidak melihatnya, tentu dia akan percaya dengan perkataanmu. Kemudian, uang yang kau miliki itu bisa kau belikan kambing lagi dan sisanya untuk kepentingan dirimu. Bukankah itu lebih menguntungkan,” ujar Umar sambil melirik kambing-kambing tersebut.
Mendengar perkataan Umar, anak gembila itu menjawab dengan lantang, “Wahai orang tua, meskipun majikanku tidak melihat perbuatan tercelaku, tapi Allah selalu melihat dan mengetahui apa-apa yang akan dan telah dikerjakan oleh hamba-hamba-Nya. Semoga Allah memaafkan perkataan tuan dengan sebaik-baiknya perbuatan.”
BACA JUGA: Daripada Merdeka, Zaid ibn Haritsah Tetap Memilih menjadi Budak Nabi
Melihat kejujuran si penggembala, hati Umar sangat senang. Ia pun bergegas menemui majikan si penggembala untuk membebaskannya dari perbudakan. Tak hanya itu, Umar juga menghadiahkan seluruh kambing yang dibelinya kepada anak penggembala tersebut. Karena kejujurannya ia mendapatkan dua hadiah sekaligus dari Allah SWT. Yaitu berupa pembebasan dirinya dari perbudakan serta mendapatkan berkah dengan berupa kambing-kambing yang akhirnya menjadi miliknya. []
Sumber: 65 Cerita Teladan/ Penulis: Sakha Aqila Mustofa/ Penerbit: PT. Wahyu Media/ 2008