DALAM sebuah artikel, seorang jurnalis Amerika benama Bilal Abdul Kareem menceritakan sebuah kisah yang akhirnya membuat dirinya menyimpulkan fenomena para ulama zaman sekarang dalam memandang perang yang terjadi di Suriah. Berikut kisahnya:
Sebuah keluarga yang berasal dari Pakistan telah menceritakan kisah ini.
Seorang ayah yang berasal dari Pakistan, sangat khawatir dengan keadaan anaknya, Mansour (bukan nama sebenarnya).
Menurut sang ayah, Mansour mengikuti gerakan Islam ‘radikal’. Dia menjadi senang menyendiri. Mulai memelihara jenggot, rajin sholat di masjid dan senang membaca literatur tentang Islam. Terutama lagi, Mansour menjadi sangat peduli tentang pembantaian muslim yang tidak berdosa di Suriah.
Tambahan lagi, Mansour juga membuat keputusan bahwa dia berniat pergi ke Suriah untuk berjihad, menolong saudara-saudara seimannya yang dibantai oleh rezim Bashar Assad.
Tentu saja, sang ayah menentang habis-habisan keputusan Mansour. Dan belakangan, sang ayah juga mulai kehabisan akal untuk mencegah niat anaknya untuk pergi berjihad ke Suriah. Akhirnya sang ayah memutuskan untuk meminta nasihat pada seorang ulama yang sangat terkenal. Seorang ulama yang kharimatik, peduli, dan banyak sekali rekaman tausyiah beliau beredar di saluran-saluran tv dakwah dan di internet.
Singkat cerita, ketika sang ayah dan kakak Mansour yang bernama Basim pergi umrah, di sana mereka mencari sang ulama. Ketika mendapat kesempatan bertemu, sang ayah bertanya.
“Syaikh, anak saya berniat untuk pergi berjihad ke Suriah. Saya khawatir dia akan bergabung dengan gerakan jihad seperti Al-Qaidah atau salah satu grup yang ekstrim di sana. Bagaimana pendapat anda?”
“Saya tidak setuju sama sekali dengan rencana anakmu pergi ke Suriah untuk berjihad,” jawab sang syaikh. “Dan juga memang akan ada resiko anakmu akan bergabung dengan grup-grup tersebut.”
Kakak Mansour, Basim, berumur sekitar dua puluh tahunan adalah seorang pemuda yang halus tutur katanya. Mendengar jawaban sang syaikh, timbul rasa penasaran di hatinya.
Lalu Basim melontarkan pertanyaan, yang pastinya juga ada di benak banyak muslim di seluruh dunia.
“Walaupun begitu syaikh, ribuan muslim terbunuh di Suriah. Jika engkau tidak mengijinkan saudaraku untuk pergi, lalu siapa yang akan membantu melindungi saudara-saudara muslimin yang tidak berdosa, dari pembantaian di sana*? (*baca: Suriah).”
Sang syaikh menjawab, ”Kita bisa berdoa untuk rakyat Suriah dan berdakwah kepada muslimin dengan jalan yang baik. Dan kemudian, ketika kaum muslimin siap, barulah mereka akan berperang melawan musuh-musuh Islam.”
Sang ayah sangat puas dengan jawaban sang syaikh, namun tidak demikian halnya dengan Basim. Dia sangat menghormati sang syaikh, namun dalam hatinya dia merasa jawaban sang syaikh sangat tidak praktis atau dalam kata lain tidak komprehensif. Bagaimana dengan mereka yang mati di jalan-jalan di Suriah?
Kemudian sang ayah mengajukan pertanyaan penutup kepada sang syaikh.
“Apa yang harus saya lakukan jika anak saya tetap bersikeras pergi?”
“Jika semua cara gagal, maka anda harus memberitahukan kepada pihak yang berwenang di negaramu, agar mereka bisa mengambil alih (baca: menangkap),” jawab sang syaikh.
Basim dan Mansour kemudian meminta saya (Bilal Abdul Kareem) agar tidak lupa menuliskan pembicaraan-pembicaraan di atas yang mereka ingat.
Dari pendapat-pendapat sang syaikh di atas, dapat kita jabarkan keadaan muslim saat ini, yang perlu kita perbaiki bersama-sama.
1. Minimnya Solusi Praktis
Banyak dari ulama-ulama kita sekarang ini gagal untuk memimpin generasi muda Islam dan merencanakan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan (kemenangan Islam). Apakah alasan untuk meminta kaum muda muslimin yang masih kuat, sehat dan berkeinginan untuk membela agamanya, hanya duduk melihat lebih dari 300 ribu muslim terbunuh dan menyarankan agar tidak berbuat apa-apa apapun selain berdoa untuk mereka?
Selama ini telah banyak perintah dalam Al-Qur’an dan sunnah Rasulullah Saw tentang persatuan dan kewajiban untuk menolong sesama mukmin, seperti “Sesungguhnya kaum mukminin itu adalah bersaudara” dan banyak lagi ayat soal itu.
Namun ketika pembantaian atas muslim disiarkan di TV, mereka diminta untuk tidak ikut campur. Mereka hanya diminta untuk menyumbang uang atau mengirimkan pakaian untuk para pengungsi akibat pembantaian tersebut. Tidak ada satupun yang berniat merencanakan bagaimana menghentikan krisis ini.
Lalu bagaimana generasi muda Islam akan menilai bahwa nasihat-nasihat para ulama ini merupakan jalan keluar?
Saran sang syaikh agar ayah Mansour melapor ke pihak yang berwenang di negara mereka, walaupun mereka tinggal di negara mayoritas muslim, bukanlah sebuah solusi yang bijaksana. Banyak orang tua yang anaknya yang menjadi tawanan di penjara, hidupnya menjadi sengsara. Bahkan keadaan tahanan muslim di negara yang mayoritas non muslim lebih membahayakan lagi. Belum lagi sang anak akan mendapat label “teroris” dan harus melewatkan beberapa masa dalam hidupnya di penjara, seperti yang dialami Muhammad Ahmad dan Yusuf Sarwar setelah orang tua mereka melaporkan mereka kepada pihak yang berwajib di Inggris.
2. Minimnya Para Ulama Berkunjung ke Suriah
Saya berharap pertanyaan ini akan dijawab oleh para ulama. Jika syaikh merasa beberapa kelompok pejuang di Suriah, tidak pada keyakinan dan metodologi yang benar, maka apakah yang menahan anda untuk membentuk barisan dari kaum muda Islam, kemudian pergi ke Suriah untuk melawan sang pembantai, Bashar Assad dibawah bendera Islam dengan engkau di barisan depan, atau paling tidak engkau menemani mereka dan membina spiritual mereka?
Ketika generasi muda Islam di Suriah melihat para ulama-ulama besar mengajak melakukan hal yang benar dan bertanggung jawab bersama-sama dengan mereka, maka mereka akan meninggalkan kelompok yang salah dan bergabung dengan kalian, sehingga hal ini dapat menyelamatkan diri mereka sendiri dan juga banyak ummat Islam lainnya. Namun hanya mengusulkan mereka untuk tinggal di rumah, tak peduli dengan penderitaan muslim di Suriah, bukanlah sesuatu yang kami harapkan dari orang-orang yang penuh kebijaksaan seperti kalian.
Sepanjang tahun 2013, saya mendengar para syaikh, terutama dari Timur Tengah, menyebutkan bahwa muslim Suriah tidak memerlukan bantuan selain uang dan sandang pangan. Namun pada kenyataannya, saya melihat dengan mata kepala sendiri, beberapa pos penjagaan setiap kali hanya dijaga oleh 3 atau 4 orang yang hampir beku kedinginan dan juga seringkali kehujanan dalam waktu yang lama.
Saya tegaskan bahwa para ulama tidak dapat mengerti tentang hal ini, kecuali mereka melihat dengan mata kepala sendiri. Mereka seringkali hanya mengandalkan laporan dari sumber yang tidak dapat dipercaya dan kemudian membuat pernyataan dari laporan tersebut. Banyak yang hanya mengambil kesempatan untuk diri mereka dalam perang Suriah ini. Banyak dari mereka yang tidak berkomitmen penuh pada perang ini dan hanya mengumpulkan uang dan senjata.
Seandainya saja para ulama tahu, bahwa ada ratusan atau bahkan ribuan ummat muslim di sana yang akan senang hatinya jika para ulama itu berkenan berkunjung ke Suriah dan berdakwah langsung untuk mereka. Para ulama itu akan mendapatkan betapa pengungsi-pengungsi Suriah di negeri sendiri, banyak yang haus akan ilmu agama.
Para ulama itu akan mendapati bahwa banyak sekali calon pemimpin dan penerus dien ini yang begitu miskinnya, sehingga alas kakipun mereka tidak punya, dan tidak ada yang mengajarkan mereka tentang agama, selain bagaima mencuri makanan dan merokok. Oh para ulama, para pemimpin ummat, apa yang menahan kalian semua untuk datang dan mengajarkan mereka? Kebanyakan dari tenda-tenda pengungsian itu tidak memiliki aliran listrik, sehingga satu-satunya cara untuk mengajar mereka adalah dengan datang diantara mereka.
Apakah yang bisa dilakukan oleh orang biasa seperti kita?
Jelaskan pada ulama yang kalian kenal, bahwa kehadiran mereka di Suriah sangat diperlukan. Untuk membimbing para generasi muda Islam yang dengan tulus ikhlas mencoba menolong saudara seiman mereka. Para pejuang muda Islam ini sangat membutuhkan kehadiran para ulama agar mereka tidak salah jalan.
Jika para ulama ini tidak memimpin pada garis depan dengan nasihat dan penuh kebijaksanaan, maka jangan heran jika banyak pejuang Islam yang terjerumus pada ghuluw. Selain itu, banyak sekali mata-mata yang menyamar sebagai mujahidin, dan mencoba sekuat tenaga mereka untuk menghancurkan Islam. []
Tulisan ini disadur dari artikel Bilal Abdul Kareem berjudul “Two Epic Failures by our Scholars that Must be Exposed”.