BERAWAL dari pamer harta, baru-baru ini dua pejabat berakhir dengan menjadi tersangka KPK. Keduanya adalah mantan Kepala Bagian Umum di Kanwil DJP Jakarta Selatan II Ditjen Pajak Kemenkeu Rafael Alun Trisambodo dan mantan Kepala Bea Cukai Makassar Andhi Pramono.
Rafael Alun awalnya disorot lantaran anaknya, Mario Dandy Satriyo, terlibat kasus penganiayaan Cristalino David Ozora. Kekayaan Rafael Alun sebesar Rp 56,1 miliar menjadi buah bibir publik.
KPK akhirnya bekerja sama dengan Pusat Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri rekening Rafael Alun yang berakhir diblokir. Rekeningnya pun disebut memiliki transaksi hingga ratusan miliar.
Sementara itu, hal ini memiliki kesamaan dengan Andhi Pramono. Awalnya harta kekayaan Andhi disorot karena keluarga kerap pamer barang mewah.
BACA JUGA:Â Reihana Kadinkes Lampung Minta KPK Tunda Klarifikasi Hartanya
Dan pada akhirnya PPATK menemukan ketidakseimbangan antara penghasilannya dengan harta yang dimiliki. Hingga pada akhirnya Andhi ditetapkan sebagai tersangka gratifikasi.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata tak menampik kasus keduanya memiliki mekanisme penyidikan yang sama.
“Bermula dari viralnya gaya hidup anak istri atau keluarganya kemudian kita cek LHKPN-nya dan kebetulan juga ada informasi dari PPATK,” kata Alexander pada konferensi persnya, Rabu (17/5/2023).
Ada Potensi Kerugian Negara di Kasus Andhi
Sejauh ini KPK menyatakan nilai gratifikasi dari Andhi Pramono mencapai miliaran rupiah. Gratifikasi Andhi diduga berkaitan dengan proses pembayaran bea ekspor dan impor.
Alex mengatakan KPK juga mendalami indikasinya ada kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dari gratifikasi Andhi Pramono.
“Tentu harus kita lihat kalau bea-cukai, misalnya, apakah yang bersangkutan ketika dalam menentukan besaran bea masuk itu tidak sesuai ketentuan, pasti ada kerugian negara di sana. Tetapi itu tentu menjadi ya teman-teman penyidik yang akan lebih mendalami,” tutur Alex.
Modus Gratifikasi Andhi
KPK menyebutkan dugaan gratifikasi yang dilakukan Andhi terkait proses ekspor dan impor.
“Bea-cukai kan memang salah satunya ada di situ ya, kan namanya bidang tugasnya. Jadi di ekspor, impor, kemudian ada bea yang dipungut atas ekspor dan impor itu. Ya di situlah kekeliruan-kekeliruan itu terjadi,” kata Plt Deputi Penindakan KPK Asep Guntur di KPK, Jakarta Selatan, Selasa (16/5).
BACA JUGA:Â Usai Hartanya Diperiksa KPK, Para Kepala Daerah Ini Diam Seribu Bahasa
Asep mengatakan potensi gratifikasi itu erat kaitannya dengan penyelewengan mekanisme biaya yang diambil dari ekspos dan impor. Dia menyebutkan tim penyidik saat ini menelusuri gratifikasi Andhi Pramono dengan memanggil perwakilan perusahaan yang melakukan ekspor dan impor di bawah pengawasan Andhi Pramono.
“Sehingga kita perlu mencari dengan memanggil perusahaan-perusahaan itu yang ekspor-impor itu. Jadi mana yang misalkan beanya ternyata yang harusnya 10, kemudian dengan berbagai macam cara ternyata beanya bisa menjadi 5 atau menjadi 4 gitu. Di situ modus operandinya,” tutur Asep. []
SUMBER: DETIK