SLEMAN–Dokter Soeko Marsetyo dimakamkan hari Sabtu sore (27/9/2019), di Pemakaman Keluarga di Sleman sekitar pukul 16.30 WIB. Dokter Soeko diduga meninggal dunia karena dianiaya pendemo saat terjadi kerusuhan di Wamena, Papua, pada Senin (23/9/2019).
Prosesi pemakaman dokter yang mempunyai seorang istri dan tiga orang putri ini diwarnai isak kerabat dan keluarga. Mereka tak menyangka dokter yang sudah 15 tahun bertugas di tanah Papua tersebut meninggal dalam insiden kerusuhan di Wamena.
BACA JUGA: Kerusuhan di Wamena: 32 Meninggal, Dokter Dibakar
Sejumlah pihak mengirimkan karangan bunga berisi ungkapan duka cita yang ditaruh di sekitar lokasi pemakaman. Seperti dari Menteri Kesehatan Nila Moeloek, Dinas Kesehatan DIY, IDI DIY dan Papua, serta Keluarga Besar Alumni Mahasiswa FK Undip.
Kepala Unit Pelaksana Teknis AIDS, Tuberkulosis, dan Malaria (ATM) Dinas Kesehatan Papua, Beeri Wopari, menjelaskan dr Soeko diketahui baru bertugas di pedalaman Tolikara, Papua, pada 2013 lalu. Beeri menyebut dr Soeko memiliki andil besar di sana.
“(dr Soeko) lebih banyak bertugas di puskesmas, artinya (mengabdi di) daerah terpencil (yang jaraknya) dua jam dari ibukota kabupaten ke tempat kerja beliau, medannya juga berat,” ujar Beeri kepada wartawan usai prosesi pemakaman dr Soeko, Jumat (27/9/2019).
Beeri menuturkan, sebenarnya dr Soeko jarang keluar dari wilayah Kabupaten Tolikara. Almarhum diketahui hanya sesekali berkunjung ke Kota Wamena. Namun nahas, dalam kunjungannya yang terakhir dr Soeko dicegat dan dianiaya orang tak dikenal.
BACA JUGA: Takut jadi Korban OPM, 2.000 Warga Nduga Mengungsi ke Wamena
“Dalam perjalanan (dari Wamena ke Tolikara), beliau dihadang dan mengalami penganiayaan berat di situ,” ungkap Beeri.
Sebenarnya dr Soeko sempat dibawa ke unit gawat darurat (UGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wamena. Namun karena cedera yang dialami cukup parah, akhirnya nyawa dr Soeko tak tergolong dan dinyatakan meninggal pada hari Senin (23/9) itu juga.
“Dengan kepergian almarhum tentu untuk mengisi (kekurangan) tenaga dokter (di Tolikara) kembali itu tidak mudah. Apalagi dengan (tuntutan sosok dokter) yang harus memiliki pengabdian luar biasa begini, tidak semua dokter mampu,” pungkas Beeri. []
SUMBER: DETIK