BUKAN hati ini tak hancur ketika mengetahui darah kembali tumpah di negeri para syuhada itu. Tapi kalau mengaku hancur dan ikut terluka, aku hanya takut itu semua topeng belaka. Sebab di sini, sesekali aku masih bisa tertawa bahagia karena hal-hal sederhana.
Bukan aku tak ikut mengumpat, marah, melaknat para zionis yang seolah tak pernah lelah membuat masalah. Aku hanya sedang berpikir, adakah semua umpatan, kutukan dan sumpah serapahku itu bisa membawa perubahan yang lebih baik terhadap saudara-saudari kita di sana? Sementara yang dianiaya itu mereka, bukan kita? Yang dimakbul doanya kan orang-orang yang teraniaya. Sementara kita teraniaya yang bagaimana?
Bukan, bukan maksudku mengabaikan persaudaraan kita. Tentang umat Islam itu ibarat satu tubuh, yang jika satu anggota tubuh sakit, maka yang lainnya pun akan merasakan sakit.
Sekali lagi, aku hanya sedang bertanya-tanya, langkah konkret apa yang bisa aku lakukan bagi warga Palestina?
Aku sungkan jika harus menulis caption, “Bersabarlah wahai Saudara-saudariku.” Sementara aku yakin betul, kesabaran mereka di sana itu, aduhai … Sungguh pasti salah satu yang paripurna di dunia ini.
Apa yang sudah mereka lakukan untuk menjaga wilayah yang sejatinya adalah salah satu tempat suci bagi seluruh umat Islam di seluruh muka bumi, sudah terlalu … Ya sudah tak mampu untuk kita jabarkan dengan kata-kata.
Belum lagi tentang kemuliaan mereka. Ya Allah…
Tiap helaan napas mereka adalah zikrullah. Para hamba Allah di sana dan di belahan bumi lainnya yang sedang berdarah-darah karena memperjuangkan keimanannya, sudah tak tersentuh lagi oleh pernak-pernik duniawi yang di sini, di Indonesia, masih terlampau kuat menghanyutkan kita.
Aku memilih hening.
Bukan karena tiada ghiroh dalam diri. Bukan karena hati tak bergemuruh acapkali membayangkan kebiadaban para tentara Israel. Sungguh, bukan.
Sekali lagi, aku hanya sedang berusaha mencari jalan terbaik untuk mengekspresikan perasaan ini. Ya, mungkin dengan doa dan partisipasi lainnya yang mampu kulakukan sebagai tanda bahwa aku peduli pada nasib saudara-saudariku di sana.
Bukan, bukan aku tak ikut memikirkan bagaimana nasib Palestina. Sebab apa yang terjadi di sana, sudah bukan kejadian sehari dua hari. Tapi apa yang dilalui mereka sudah Allah ceritakan dalam Al-Qur’an, bahkan sejak ribuan tahun lalu.
Aku hanya bisa mendoakan…
Semoga Allah meredakan setiap sakit yang mendera tubuh kalian. Semoga Allah senantiasa menguatkan jiwa dan fisik kalian dalam menghadapi musuh-musuh Allah.
Jangan pernah kehilangan harapan, Saudara-saudariku…
Kemenangan kalian, kita umat Islam sudah semakin dekat.
Sudah semakin dekat.
Dari Saudari seimanmu di negeri yang kalian akui kemerdekaannya lebih dari setengah abad lalu. []