Ustadz, saya mempunyai calon istri yang taat beragama, akhlaknya baik dan santun. Namun orangtua saya tidak menyetujui hubungan kami dengan alasan berbeda suku sehingga saya diancam dicap sebagai anak durhaka kalau memaksa menikahi wanita tersebut. Apakah kalau saya tetap menikahi calon istri tersebut maka saya dapat dikategorikan durhaka pada orangtua?
Perbedaan pemahaman antara anak dan orangtua bisa terjadi dalam hal apapun. Memperhatikan kasus yang Anda ceritakan, menurut hemat saya, hal tersebut bukanlah perbedaan pendapat yang bisa melahirkan kedurhakaan. Anda disebut durhaka apabila terlibat perbedaan pendapat dalam hal perilaku atau sikap yang benar-benar bertentangan dengan ajaran Islam.
Misalnya, Anda mengajukan calon istri yang berbeda agama dan ketika orangtua tidak setuju, Anda tetap ngotot menikahi wanita tersebut. Dalam contoh ini, Anda dikatakan durhaka karena alasan larangan orangtua tersebut dibenarkan oleh agama. Tetapi kalau orangtua marah dan melarang Anda menikah dengan alasan perbedaan suku meski wanita tersebut relatif shalehah, santun, dan taat menjalankan agama, maka kasus ini bukanlah sebuah kedurhakaan. Ini hanyalah perbedaan pendapat biasa.
Tugas Anda adalah melakukan pendekatan pada orangtua dengan santun. Upayakan agar mereka menerima calon istri sekalipun berbeda suku. Kita boleh berbeda pendapat dengan orangtua, tetapi sebagai anak, kita tetap harus memperlakukan mereka secara baik dan hormat. Silakan perhatikan ayat berikut.
“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Ku-beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (Q.S. Lukman [31]:15)
Pada ayat di atas ada penegasan “dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” Jadi, walaupun pendapat orangtua salah, kita harus tetap memperlakukan mereka dengan hormat dan santun. Wallahu ‘alam. []
Sumber: Percikan Iman