SELAIN kisah Nabi Musa dan Khidir, Surah Al-Kahfi (18) juga beirisikan kisah tentang Dzulqarnain. Pada ayat 83-98 surah tesebut, cerita Dzulqarnain ini dikisahkan. Kemudian, ada pertanyaan-pertanyaan yang mengemuka seputar kisah Dzulqarnain, yaitu tentang perjalanannya, dinding yang dibangunnya, serta Ya’juj dan Ma’juj. Setidaknya, ada empat kisah termasyhur tentang Dzulqarnain, yaitu sebagai berikut:
Pertama, Dzulqarnain hidup semasa dengan Nabi Ibrahim. Kisah pertama menyebutkan bahwa nama Dzulqarnain yang sesungguhnya memang tidak diketahui, tetapi masa hidupnya diketahui, yaitu pada masa Nabi Ibrahim. Konon, mereka bertemu di Palestina dan Baitul Haram di Mekkah.
Muhammad Khair Ramadhan Yusuf cenderung pada pendapat ini sebagaimana disebutkan dalam kitabnya (Dzulqarnain Al-Qa’id Al-Fatih wa Al-Hakim Ash-Shalih). Dia berkata, “Dzulqarnain adalah laki-laki terakhir yang hidup pada masa lalu sebelum Tubba, Iskandar, dan Qursy, yaitu pada masa Nabi Ibrahim sebagaimana disebutkan dan dijelaskan sejarahwan tepercaya.”
BACA JUGA: Letak Benteng Dzulqarnain
Jika kita meneliti pendapat Muhammad Khair Yusuf ini, tidak ada satu pun hadis sahih yang menetapkan bahwa Dzulqarnain hidup pada masa Nabi Ibrahim. Adapun “sejarahwan tepercaya” yang dijadikan sebagai rujukan pendapat, tampaknya tidak benar-benar tepercaya. Bahkan, seandainya memang begitu—dalam pandangan Muhammad Khair Yusuf—ternyata mereka tidak mengemukakan dalil yang meyakinkan untuk dapat dijadikan sumber rujukan yang berasal dari hadis sahih sebagai penguat pendapat mereka.
Para sejarahwan yang dijadikan sumber rujukan oleh Muhammad Khair Yusuf adalah Abu Hayan (seorang penafsir dan penulis Al-Bahr Al-Muhith), Al-Qurthubi (seorang penafsir dan penulis Al-Jami li Ahkam Al-Qur’an), Al-lji (penyusun Tafsir Jami Al-Bayan), Az-Zamakhsyari (penyusun Al-Kasysyaf), An-Nasfi (penulis Madarik At-Tanzil), Sulaiman Jamal dan Ahmad Ash-Shawi (dalam Tafsir Al-Jalalain), dan Al-Alusi (penulis Ruh Al-Ma’ani). Sebagaimana diketahui, para penafsir (mufassir) tersebut bukanlah ahli sejarah sehingga pendapat mereka tentang searah perlu diteliti dan diuji.
Adapun para sejarahwan tepercaya yang dijadikan rujukan adalah Al-Azraqi dan Ibnu lyas (penulis sejarah Bada’i Azh-Zhuhur fi Waqa’l Ad-Duhur) dan Ali Duka (penulis Muhadharah Al-Awai’ill). Apakah mereka bertiga termasuk ahli sejarah yang tepercaya? Betapa kami berharap kepada Muhammad Khair Ramadhan Yusuf agar mengemukakan pendapatnya berdasarkan bukti ilmiah dan meyakinkan. Dalam hal ini, tidak mungkin, kecuali yang diambil dari Al-Quran dan hadis sahih.
Adapun rujukannya terhadap sejarahwan dan para ahli tafsir itu, tidak mengandung bukti dan sumber yang layak serta tidak dapat diterima dalam penelitian ilmiah yang metodologis dan meyakinkan. Oleh karena itu, kami terpaksa tidak setuju dengan Muhammad Khair yang berpendapat bahwa Dzulqarnain hidup pada masa Nabi Ibrahim.
Kami juga terpaksa meninggalkan semua kisah yang disebutkan dalam kitab sejarah dan tafsir tentang pertemuan Dzulqarnain dengan Ibrahim di Palestina atau Hijaz karena hal itu tidak disebutkan dalam satu hadis sahih pun yang dapat dijadikan rujukan. Wallahu a’lam.
Kedua, Dzulqarnain adalah Iskandar dari Macedonia. Cerita kedua menyebutkan bahwa Dzulqarnain adalah Iskandar dari Macedonia. Dia dilahirkan di Macedonia pada tahun 356 SM. Konon, ayahnya bernama Philip, seorang Raja Macedonia.
Dia menyerahkan anaknya bernama Iskandar kepada seorang filosof Yunani yang masyhur, yaitu Aristoteles, yang mengajarkan kepadanya ilmu logika filsafat Yunani. Ayahnya wafat ketika dia berusia 20 tahun. Setelah itu, dia diangkat menjadi raja pada tahun 336 SM. Dua tahun setelahnya, dia menyerang Persia dan mengalahkan Raja Persia (Dara) pada tahun 333 SM. Kemudian, dia meluaskan ekspansinya hingga ke Syam dan Irak serta India.
Dalam waktu sekitar 10 tahun, dia telah menguasai sebagian besar dari negara-negara besar saat itu. Kemudian, dia kembali ke Yunani. Di perjalanan, dia singgah di negeri Babilonia, Irak, untuk sekadar beristirahat. Namun, dia tertimpa sakit parah karena terserang demam selama 11 hari sampai akhirnya meninggal dunia pada tahun 323 SM. Saat itu, usianya kurang lebih 33 tahun. Dia diberi nama Dzulqarnain karena berhasil menguasai Persia. Dengan demikian, dia seakan-akan menggabungkan dua “puncak gunung”, yaitu Yunani dan Persia. Keduanya adalah negeri terkuat pada masa itu.
Sebagian ahli tafsir (mufassir) berpendapat bahwa dia adalah Dzulqarnain yang disebut dalam Al-Quran, di antaranya Mas’udi, Maqrizi, Tsa’labi, Idrisi, Razi, Abu Hayan, Nasfi, Abu Su’ud, Al-Alusi, Qasimi, Muhammad Farid, dan Jaddi. Pendapat ini batil walaupun orang-orang yang mengatakannya dipandang mulia dan ilmuwan. Sebagaimana diketahui, Iskandar dari Macedonia adalah kafir dan musyrik kepada Allah serta penyembah dewa-dewa Yunani. Dia juga cenderung pada kejahatan, kenikmatan, dan minuman keras. Bahkan, dia meninggal setelah semalaman pesta khamar dan bersuka ria. Adapun Dzulqarnain yang diceritakan dalam Al-Quran adalah seorang Mukmin yang adil dan saleh.
BACA JUGA: Rasulullah Ceritakan Kisah Tentang Dzulqarnain
Ketiga, Dzulqarnain berasal dari Himyar. Cerita ketiga menyebutkan bahwa Dzulqarnain adalah Raja Arab dan termasuk salah satu Raja Himyar bernama Ash-Sha’b Dzi Maratsid bin Al-Harits bin Ar-Ra’isy. Disebutkan bahwa dia adalah Raja Himyar Abu Bakar, atau Abu Karab, Umair bin Afriqisy Al-Himyari. Dia memerintah antara tahun 300-320 M. Di antara orang yang berpendapat demikian adalah Wahab bin Munbih (dari golongan tabi’in) dari Ka’ab Al-Ahbar. Sementara itu, dari kalangan kontemporer adalah Muhammad Raghib Ath-Thabbakh yang telah menyusun sebuah buku khusus tentang hal ini. Pendapat ini juga tidak mempunyai bukti, kecuali perasaan dan sentimen kearaban.
Keempat, dia adalah Kursy Al-Farisi (Raja Persia). Cerita keempat menyebutkan bahwa Dzulqarnain adalah seorang Raja Persia, Kursy, yang mempersatukan dua kerajaan, yaitu Lidya dan Midya. Oleh karena Itu, dia dijuluki Dzulqarnain. Dia memerintah selama 30 tahun, yakni tahun 559-529 SM. Di antara orang yang berpendapat demikian adalah Abu Al-Kalam Azad (dalam kitabnya, Yas Alunaka ‘An Dzilqarnain) dan Abdul Alim Abdurrahman Khidhir (dalam kitabnya, Qishshah Dzulqarnain). Kedua ilmuwan ini telah mengemukakan banyak bukti yang menguatkan bahwa dia adalah Dzulqarnain.[]
SUMBER: PUSAT STUDI QURAN