SUATU ketika sepasang kakek nenek yang memiliki seekor sapi sedang berbicara di dalam rumahnya,
“Nek…! Kalau kita ternak sapi saja, penghasilannya paling cuma setahun sekali…”
“Terus gimana dong, Kek?” tanya nenek.
“Gimana kalau kita jual saja sapi kita, terus hasilnya kita belikan kuda buat narik delman, jadi untungnya bisa tiap hari.”
“Wah ide bagus tuh, Kek!”
Tanpa diketahui, ternyata pembicaraan si kakek dan si nenek itu didengarkan oleh komplotan pencuri.
Akhirnya mereka membuat ide licik untuk mengelabui kakek nenek tersebut.
Keesokan harinya si kakek dan nenek berjalan menuntun sapinya menuju pasar, di tengah jalan mereka bertemu dengan seorang pemuda yang merupakan salah satu dari komplotan pencuri tersebut.
“Waaaah! AYAM-nya bagus sekali kek! Berapa mau di jual?” tanya pencuri 1.
“Enak saja dibilang AYAM, yang berkaki empat seperti ini namanya ya SAPI!” tegas si kakek.
“Hahaaaa… si Kakeek bercanda aja… dari dulu juga yang kayak gini mah namanya AYAM, Keek!”
“Haaaah.. sabodoo ah!!” teriak kakek kesal.
Selang beberapa lama ternyata si kakek bertemu kembali dengan seorang pemuda, salah satu komplotan pencuri juga.
“Dijual berapa ayamnya, Kek?” tanya si pencuri 2.
“Ini SAPIIIIII,.. bukan AYAM!” tegas si kakek.
Sambil melanjutkan perjalanan akhirnya si kakek mulai ragu dan bertanya kepada si nenek.
“Emang bener ini teh ayam, Nek?”
“Bukan kek… ini mah sapi…”
“Atau kita sudah mulai pikun yaah?” tanya kakek kebingungan.
“Gak tau juga, Kek …”
Sama-asma bingung
Sesampainya di pasar…
“Naaaah ini diaaaa,… Akhiiirnyaaa… datang juga AYAM yang ditunggu-tunggu. Berapa, Kek, ayamnya?” tegas si pencuri 3.
Setelah berdebat akhirnya si kakek menjual SAPINYA seharga AYAM.
Seperti inilah kondisi kita saat ini.
1. Kebenaran yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh kejahatan yang terorganisir.
2. Kesalahan tidak bergantung pada jumlah kuantitas.
3. Kesalahan yang selalu diwiridkan/diteriakkan suatu saat akan dianggap sebagai kebenaran. []