SEBAGAI mahluk hidup, tentu kita tak akan pernah bisa lepas dari yang namanya utang. Seberapapun kayanya kita. Paling tidak, mungkin saja kita pernah berutang suatu kali. Jika pun ada orang yang tak punya utang di zaman sekarang ini, tampaknya sedikit sekali. Bagaimana Islam mengatur soal utang ini?
“Barangsiapa yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul (khianat), dan [3] utang, maka dia akan masuk surge,” (HR. Ibnu Majah no. 2412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Mati Dalam Keadaan Masih Membawa Utang, Kebaikannya Sebagai Ganti
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mati dalam keadaan masih memiliki utang satu dinar atau satu dirham, maka utang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no. 2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah juga membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai utang.”
Itulah keadaan orang yang mati dalam keadaan masih membawa utang dan belum juga dilunasi, maka untuk membayarnya akan diambil dari pahala kebaikannya. Itulah yang terjadi ketika hari kiamat karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham untuk melunasi utang tersebut.
Urusan Orang yang Berutang Masih Menggantung
Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Jiwa seorang mukmin masih bergantung dengan utangnya hingga dia melunasinya.” (HR. Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
Al ‘Iroqiy mengatakan, “Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya yaitu tidak bisa ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa utangnya tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142)
Orang yang Berniat Tidak Mau Melunasi Utang Akan Dihukumi Sebagai Pencuri
Dari Shuhaib Al Khoir, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa saja yang berutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih). Al Munawi mengatakan, “Orang seperti ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181). Ibnu Majah membawakan hadits di atas pada Bab “Barangsiapa berutang dan berniat tidak ingin melunasinya.”
Ibnu Majah juga membawakan riwayat lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah juga akan menghancurkan dirinya.” (HR. Bukhari no. 18 dan Ibnu Majah no. 2411). Di antara maksud hadits ini adalah barangsiapa yang mengambil harta manusia melalui jalan utang, lalu dia berniat tidak ingin mengembalikan utang tersebut, maka Allah pun akan menghancurkannya.
Masih Ada Utang, Enggan Disholati
Dari Salamah bin Al Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
Kami duduk di sisi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak.” Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka (para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya, “Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.” Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki utang?” Mereka menjawab, “Ada tiga dinar.” Beliau berkata, “Shalatkanlah sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah, shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung utangnya.” Kemudian beliau pun menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)
Dosa Utang Tidak Akan Terampuni Walaupun Mati Syahid
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali utang.” (HR. Muslim no. 1886) . Oleh karena itu, seseorang hendaknya berpikir: “Mampukah saya melunasi utang tersebut dan mendesakkah saya berutang?” Karena ingatlah utang pada manusia tidak bisa dilunasi hanya dengan istighfar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam Sering Berlindung dari Berutang Ketika Shalat
Bukhari membawakan dalam kitab shohihnya pada Bab “Siapa yang berlindung dari utang”. Lalu beliau rahimahullah membawakan hadits dari ‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam): ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).”
Lalu ada yang berkata kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan adalah dalam masalah utang?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika orang yang berutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397)
Al Muhallab mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari utang dan utang sendiri dapat mengantarkan pada dusta.” (Syarh Ibnu Baththol, 12/37)
Adapun utang yang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung darinya adalah tiga bentuk utang:
[1] Utang yang dibelanjakan untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia tidak memiliki jalan keluar untuk melunasi utang tersebut.
[2] Berutang bukan pada hal yang terlarang, namun dia tidak memiliki cara untuk melunasinya. Orang seperti ini sama saja menghancurkan harta saudaranya.
[3] Berutang namun dia berniat tidak akan melunasinya. Orang seperti ini berarti telah bermaksiat kepada Rabbnya.
Orang-orang semacam inilah yang apabila berutang lalu berjanji ingin melunasinya, namun dia mengingkari janji tersebut. Dan orang-orang semacam inilah yang ketika berkata akan berdusta. (Syarh Ibnu Baththol, 12/38).
Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sering berlindung dari utang ketika shalat?
Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id (hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan,
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat dosa dan banyak utang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.” Inilah do’a yang seharusnya kita amalkan agar terlindung dari utang: ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).
Berbahagialah Orang yang Berniat Melunasi Utangnya
Ibnu Majah dalam sunannya membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki utang dan dia berniat melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah. Dulu Maimunah ingin berutang. Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!” Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki utang dan Allah mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi utang tersebut, maka Allah akan memudahkan baginya untuk melunasi utang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah no. 2399. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih kecuali kalimat fid dunya –di dunia-).
Dari hadits ini ada pelajaran yang sangat berharga yaitu boleh saja kita berutang, namun harus berniat untuk mengembalikannya. Perhatikanlah perkataan Maimunah di atas. Juga terdapat hadits dari ‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berutang (yang ingin melunasi utangnya) sampai dia melunasi utang tersebut selama utang tersebut bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Sebaik-baik orang adalah yang paling baik dalam membayar utang. Ketika dia mampu, dia langsung melunasinya atau melunasi sebagiannya jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya. Sikap seperti inilah yang akan menimbulkan hubungan baik antara orang yang berutang dan yang memberi utangan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar utang.” (HR. Bukhari no. 2393). []
Sumber: Muhammad Abduh Tuasikal/rumaysho