SEORANG muslim dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara. Allah telah menyatukan hati mereka dalam satu aqidah. Allah berfirman, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu perbaikilah hubungan antara kedua saudaramu itu,” (QS. al-Hujurat: 10).
Bahkan Allah ingatkan, diantara nikmat besar yang Allah berikan kepada para sahabat adalah Allah jadikan mereka saling mengasihi, saling mencintai, padahal sebelumnya mereka saling bermusuhan, “Ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, kemudian Allah mempersatukan hatimu, lalu jadilah kalian orang-orang yang bersaudara, karena nikmat Allah,” (QS. Ali imran: 103).
BACA JUGA: Memaafkan, Sifat yang Mulia
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menggambarkan hubungan persaudaraan antara sesama muslim, ibarat satu jasad. Jika ada yang sakit, yang lain turut merasakannya, “Perumpamaan kaum mukminin dalam kecintaan dan kasih sayang mereka adalah bagaikan satu jasad, apabila satu anggota tubuh sakit maka seluruh badan akan susah tidur dan terasa panas,” (HR. Muslim 2586).
Karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang memboikot kawannya – karena masalah dunia – lebih dari 3 hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk memboikot (tidak menyapa) saudaranya lebih dari 3 hari” (HR. Bukhari 6237 dan Muslim 2560).
Karena itu, tidak memaafkan kesalahan sesama muslim sementara yang bersalah sudah berusaha untuk minta maaf, diancam amalnya tidak akan diterima.
BACA JUGA: Yuk, Belajarlah Memaafkan Meski Sulit
Dalam hadis tentang pelaporan amal setiap Kamis dan Senin, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan, “Pintu-pintu surga dibuka setiap hari senin dan kamis. Lalu diampuni seluruh hamba yang tidak berbuat syirik (menyekutukan) Allah dengan sesuatu apapun. Kecuali orang yang sedang ada permusuhan dengan saudaranya. Dikatakan: Tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai. Tunda amal dua orang ini, sampai keduanya berdamai,” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwatha’ 5/1334, Ahmad 9119, dan Muslim 2565).
Apabila seorang muslim sudah berusaha untuk memperbaiki hubungan dengan kawannya semaksimal yang bisa dia lakukan, namun kawannya tidak mau memaafkan, InsyaAllah dia tidak termasuk yang mendapat ancaman ditangguhkan pengampunannya.
Az-Zarqani dalam penjelasanya untuk al-Muwaththo’ menukil perkataan Ibnu Ruslan, “Yang bisa kita simpulkan, apabila salah satunya berusaha berdamai dengan yang lain tapi perdamaian itu tidak diterima, maka orang yang berusaha berdamai tersebut diampuni. (Syarh az-Zarqani ‘ala al-Muwaththo’, 4/335). []
SUMBER: KONSULTASISYARIAH