Oleh: Ahmad Yusuf Abdurrohman
ahmad.yusuf.abdurrohman@gmail.com
SEORANG anak adalah belahan jiwa kedua orang tuanya. Kehadirannya selalu dinanti oleh setiap orang yang berumah tangga. Ketika telah hadir, ia laksana pelipur lara bagi setiap kesedihan dan kesusahan yang melanda ketika mengarungi samudera kehidupan.
Terlebih lagi, ketika seorang anak menjelma menjadi sosok anak shalih yang dirindukan. Yang bisa menjadi tabungan amal jariyah bagi kedua orang tuanya di akhirat kelak. Mengapa bisa begitu?
Karena sesungguhnya anak yang shalih akan memberikan banyak kebaikan bagi kedua orang tuanya baik di dunia ataupun di akhirat kelak.
Doa anak yang shalih juga merupakan salah satu dari tiga hal yang tidak terputus dari seorang anak cucu Adam ketika meninggalkan dunia ini.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda tentang hal ini dalam sebuah hadits shahih yang diriwayatkan dari Abi Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah segala amalannya, kecuali dari tiga perkara: shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat atau anak shaleh yang mendoakannya.” [HR. Muslim, Abu Dawud dan Nasa’i]
Begitu pula, jika seorang anak menjadi pendorong orangtuanya untuk melaksanakan ketaatan pada Allah, tentunya ini adalah anak Shalih yang kriterianya disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hadits tersebut.
Ada sebuah kisah tentang seorang anak shalih yang mengingatkan ayahnya untuk mengembalikan hak-hak orang yang terdzhalimi. Karena saat itu, ayahnya baru saja diangkat menjadi Amirul Mukminin; Khalifah umat Islam yang mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan umat islam yang ada di bawah pemerintahannya.
Beberapa waktu setelah wafatnya Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik dan diangkatnya Umar bin Abdul Aziz Sebagai Khalifah, beliau beranjak menuju rumhnya dan masuk ke dalam kamarnya. Beliau ingin sekali istirahat barang sejenak setelah menguras tenaganya karena banyaknya kesibukan pasca wafatnya Khalifah.
Akan tetapi, belum lagi lurus punggungnya di tempat tidur, tiba-tiba datanglah putera beliau yang bernama Abdul Malik (ketika itu, dia berusia 17 tahun) dan berkata,
“Apa yang ingin Anda lakukan, Wahai Amirul Mukminin?”
Umar bin Abdul Aziz menjawab, “Wahai Anakku, aku ingin memejamkan mata barang sejenak, karena sudah tidak ada lagi tenaga yang tersisa.”
“Apakah Anda akan tidur sebelum mengembalikan hak orang-orang yang dizhalimi, Wahai Amirul Mukminin?” Tanya Abdul Malik lagi.
Umar bin Abdul Aziz kembali berkata, “Wahai Anakku, aku telah begadang semalaman untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman, nanti jika telah datang waktu Dzuhur aku akan sholat bersama orang-orang dan akan aku kembalikan hak yang dizhalimi kepada pemiliknya, insyaAllah.”
Abduk Malik menyahut, “Siapa yang menjamin bahwa Anda masih hidup hingga datang waktu Dzuhur, Wahai Amirul Mukminin?”
Kata-kata ini menggugah semangat Umar bin Abdul Aziz hingga hilanglah rasa kantuknya. Kembalilah semua kekuatan dan tekad pada jasadnya yang telah lelah. Beliau berkata, “Mendekatlah kau, Nak.”
Lalu mendekatlah putera beliau lalu beliau merangkul dan mencium keningnya sembari berkata, “Segala puji bagi Allah, yang telah mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”
Itulah contoh anak yang membantu orangtuanya agar senantiasa teguh di jalan-Nya dan menunaikan amanah yang Allah berikan pada orangtuanya. Anak semisal inilah yang harus kita jadikan teladan agar kita bisa menjadi anak-anak berbakti kepada orangtua agar tetap melaksanakan segala perintah-Nya. Juga untuk mendidik anak-anak kita agar bisa melaksanakan hal semisal itu juga. Â []