Oleh: Razikin Juraid, S.HI,. M.I.P
Penulis adalah Aktivis Muda Muhammadiyah.
ISLAM dan peradaban sudah berdealektika sangat panjang. Ketika Eropa terkungkung di dalam abad kegelapan (Dark Ages) atau abad pertengahan (Middle Ages) yang dalam sejarah Eropa berlangsung dari abad ke-5 sampai abad ke-15 Masehi, Islam sudah kokoh berdiri dengan peradabannya pada Abad ke-7 Masehi di Afrika Utara dan Timur Tengah. Islam begitu jaya dan mewarnai berbagai dinamika global. Islam sangat maju dengan berbagai perkembangan dunia, termasuk ilmu pengetahuan yang telah digali untuk perdamaian umat manusia. Sehingga Islam menyebar dengan pesat dan keterimaannya merata di berbagai belahan dunia.
Dealektika Islam dan peradaban secara khusus direkam dalam dimensi dakwah. Islam tumbuh dengan cara menyebarkan kedamaian, melalui berbagai instrumennya yang sesuai konteks zaman. Termasuk Islam secara univeral diterima karena menjujung tinggi nilai kemanusiaan, menghargai perbedaan, toleransi, kerukunan beragama, dan tidak mendikriminasi apalagi menggunakan kekerasan dalam menebarkan nilai universal Islam.
Sejak 15 Abad yang lalu, nilai-nilai tersebut mengalir dalam nadi dan prinsip dakwah Islam, termasuk Islam yang berkemajuan. Prinsip tersebut jika diperas dapat diambil saripatinya ialah keteladanan atau integritas.
Dalam nadi dan prinsip dakwah Islam Bekemajuan itulah Peradaban manusia saat ini memasuki fase baru. Fase itu disebut sebagai Revolusi industri 4.0, yang merupakan capaian baru dari peradaban manusia.
Peradaban yang berdealektika dengan realitas tersebut menuntut umat Islam untuk terus mengikuti perkembangan zaman. Tentu dalam mengikuti dialektika zaman itu, tetaplah titik tolaknya adalah pondasi dari Islam, sembari menyerukan untuk tidak mematikan pelita atau cahaya yang menuntun hidup manusia (spirit Islam).
Pelita itu adalah Ilmu pengetahuan yang merupakan cahaya bagi kehidupan manusia, sedangkan Islam menuntun jalan untuk tetap menapaki perkembangan ilmu dan teknologi itu sehingga tetap memiliki sisi kemanusiaan dan sisi universalitasnya tetap terjaga. Dan sekali lagi manusia menyebutnya sebagai peradaban.
Pelita Islam harus tetap menyala Sehingga ilmu pengetahuan, dan dinamika dan kompleksitas kehidupan tidak meruntuhkan, apalagi merontokan nilai-nilai yang sudah mengakar di Islam seperti Aqidah dan amal Islami lainnya. Dari sisi ini Intelektual Islam harus melihat kemajuan teknologi dan informasi dipandang peneguhan atau menguatkan ketahuidan kepada Allah SWT dan alat untuk mengembangkan dakwah Islam yang objektif.
Maka, Era revolusi Industri 4.0 harus direspoon oleh umat Islam terutama pemuda Islam. Sebab, Pemuda merupakan ujung dompak keberlanjutan Islam dan beradaban. Sehingga revolusi Industri 4.0 merupakan konsep penggabungan teknologi digital dan internet dengan industri konvensional yang pada akhirnya bertujuan meningkatkan produktivitas, efisiensi dan layanan konsumen secara signifikan. Sehingga menyediakan peluang sekaligus tantangan bagi para pemuda Islam untuk memasifkan dakwah. Terutama generasi muda Islam yang harus dikristalkan keislamannya. Dan ada beberapa teknologi yang menjadi penopang Industri 4.0. Teknologi tersebut adalah Cyber-Physical System, Internet dan Jaringan, Data and Services serta teknologi manufaktur.
Dakwah Alokatif Pemuda Islam
Revolusi Industri 4.0 dipahami sederhananya ialah abad internet dan teknologi. Pada abad ini, pemuda Islam harus menyiapkan kompetensi komunikasi multimodal. Yang dimaksud dengan kopetensi multimodal adalah tingkat penguasaan tidak hanya bisa membaca dan menghafal Al-Quraan dengan tartil, menguasai hadis Nabi, menulis dengan menggunakan bahasa Arab, dan atau mengusai teknik komunikasi dan retorika. Akan tetapi, kopetensi yang harus dimiliki ialah penguasaan terhadap data, teknologi dan manusia. Hal ini sesuai dengan tuntutan kebutuhan masyarakat pada era revolusi industri 4.0.
Dan yang dimaksud dengan penguasa kopetensi tersebut ialah dakwah alokatif pemuda Islam. Dakwah alokatif merupakan arah baru dakwah pemuda Islam di abad internet. Dengan tidak ada batas yang menghalangi antara individu dengan individu, individu dengan kelompok atau sebaliknya, antara individu dengan akses yang luas atau tanpa ruang penghalang. Maka relasi informasi, mengharuskan Islam dan nilainya terus terkoneksi dengan pemuda Islam.
Ditengah Kondisi masyarakat di tengah kompleksnya masalah yang disebabkan oleh kapitalisme patriarki global, harus direkonstruksi dengan nilai-nilai Islam yang universal dan menjawab persoalan dengan berbagai inovasi dan seruan secara kreaktif.
Melalui pemuda, agama Islam harus masuk diberbagai ranah masyarakat. Produktifitas dan efesiensi dakwah harus tersampaikan melalui instrumen teknologi dengan tujuan untuk melayani umat. Melalui media sosial, seperti Facebook, Tweeter, Line, Instagram, dan lain-lain digunakan untuk mendakwai masyarakat yang tentunya akan terinternalisasi dalam masyarakat baru atau generasi milineal. Sehingga nilai Islam yang mengatur berbagai persolan secara mendasar dapat memenuhi harapan dari masalah yang dihadapi oleh masyarakat kapitalisme global. Capaian dari proses tersebut sebagai hasil dari produktifitas dakwah.
Efesiensi dakwah sendiri penting untuk dipertimbangkan melalui berbagai konten yang ditranmisikan. Bila Islam adalah solusi, maka seluruh nilai harus tercurahkan dan terakomodasi dalam kemasan yang menarik, seperti Vidio, dan inovasi lain, kemudian dibagi di berbagai instrumen teknologi dan media sosial. Islam sendiri harus menjawab akan dahaga solusi dari masalah dan dikerahkan untuk menjawab segala masalah. Frustasi, stres, dan masalah-masalah lainnya sebagai momok yang menakutkan di masyarakat, karena akan berdampak pada kehilangan kesadaran beragama bila tidak terkontrol. Maka Islam harus merangkul dengan inovasi yang ada, dan tidak rumit untuk dipahami. Setelah dibagikan atau ditranmisikan maka istilah efesiensi dakwah dapat dikantongi.
Produktifitas dan efesiensi dakwah merupakan layanan Islam untuk umat pada era revolusi industri 4.0. Alokatif dari pemuda Islam harus tampil diruang-ruang maya tersebut. Tidak terlapas juga pemudi harus sedapat mungkin untuk merespon hal yang sama atas kedahagaan umat dalam beragama saat ini.
Sebagai Akhir dari tulisan ini, saya ingin mengingatkan, sekaligus menyerukan kepada para pemuda Islam, yang tampil di abad ini, untuk berpikir maju mengikuti perkembangan zaman, tanpa harus meninggalkan ‘ortodoksi iman’. Dalam diri pemuda ada semangat yang menyala, kemauan yang kuat, keberanian yang murni, yang akan memberikan spirit melimpah bagi pembangunan peradaban dimasa yang akan datang. Karena itulah pemuda Islam yang berpikir maju harus mengambil hikmah dari perkembangan tekhnologi informasi ini untuk memperluas dakwah Islam, menyampaikan pesan dakwah dan bukan hanya itu, pemuda Islam harus menjadi bagian penting untuk mengisi perkembangan peradaban, bukan hanya sebagai penikmat, melainkan sebagai pelopor. []