DALAM Islam, apa saja etika bekerja?
“Bertakwalah kepada Allah, bertindaklah yang indah dalam mencari rezeki, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.” (HR Ibnu Majah)
Islam adalah agama yang penuh etika. Mulai dari bangun tidur hingga akan beranjak ke tempat tidur kembali semua memiliki etika tersendiri. Dalam bekerja untuk mengais rezeki, pun hendaknya seorang muslim memperhatikan etika-etika dalam bekerja.
Terkait bekerja, Allah swt berfirman. “Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS at-Taubah : 105).
Menurut Ali Ash-Shabuni kata I’malu pada ayat tersebut adalah bentuk fi’il amar (perintah) yang mengandung ancaman (wa’id) yang dapat dimaknakan, “Bekerjalah kamu dari apa saja yang kamu inginkan, tetapi ingat bahwa pekerjaan itu akan dilbatkan dan dinilai oleh Allah, Rasul-Nya dan juga orang-orang mukmin. Engkau akan mempertanggung jawabkan semua yang engkau kerjakan dengan penuh etika dan moral , tentu Allah ridho, tetapi jika sebaliknya pekerjaan itu yang engkau pilih adalah pekerjaan yang jelek, Allah akan memberikan nilai jelek pula padamu.”
Buya Hamka dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menerangkan bahwa Allah memerhatikan amal kita. Kita tidak lepas dari mata Allah.
Dan di waktu Rasul saw. hidup, beliau pun melihat. Dan kaum yang beriman pun melihat. Sebab itu orang yang beriman, kalau dia beramal tidaklah perlu memukul canang, menyorakkan ke hilir mudik bahwa saya berjasa dan saya kerja keras. Walaupun bekerja diam-diam di tempat sunyi, namun akhirnya pekerjaan yang baik itu akan diketahui orang juga.
BACA JUGA: Ketika Ali Bin Abi Thalib Bekerja pada Orang Yahudi
Walaupun saudara hanya seorang tukang pangkas rambut, ataupun seorang tukang jahit pakaian, pertinggilah mutu pekerjaan itu. Usaha saudara mempertinggi mutu pekerjaan itu, yang terlebih dahulu memerhatikannya ialah Allah sendiri, kemudian itu Nabi ﷺ kita, kemudian itu tiap-tiap orang yang beriman. Demikian Buya Hamka.
Dalam sebuah hadist, Nabi Muhammad ﷺ memberikan pesan penting terkait etika dalam berusaha. Diriwayatkan Ibnu Majah dari Jabir ra, Nabi bersabda, “Bertakwalah kepada Allah, bertindaklah yang indah dalam mencari rezeki, ambillah yang halal dan tinggalkan yang haram.”
Fakhruddin Nursyam dalam bukunya, Syarah Lengkap Arbain Tarbawiyah (2006) mengungkapkan bahwa hadist tersebut penuh dengan pesan etika. Secara ringkas, etika pada Allah ialah dengan bertakwa kepada-Nya. Etika kepada sesama dengan menerapkan cara kerja dan sikap yang baik. Sedangkan kepada diri sendiri dengan mengambil yang halal dan menghindari yang haram.
Setidaknya ada tiga dasar etika dalam bekerja:
Pertama, Takwa sebagai landasan.
Takwa akan membuahkan prinsip seorang muslim dalam mengais rezeki. Seorang yang memiliki landasan takwa pasti akan mendahulukan pahala Allah ketimbang keuntungan duniawi.
Seorang muslim hendaknya menyikapi usaha dan kerjanya sebagai bentuk dzikir kepada Allah. Ia berusaha meraih ridho dan pahala Allah melalui usahanya itu. Hal tersebut berarti bahwa ia harus menaati aturan Allah sebelum aturan manusia.
Dengan takwa, ketika mengalami musibah, kegagalan dan kerugian ia juga tidak menggerutu dan berburuk sangka pada-Nya. Apalagi jika sampai mengambil jalan pintas dengan menempuh jalan yang haram. Ia justru terhiasi dengan sikap Qonaah.
Qonaah (merasa cukup) dan bersyukur ialah kunci kebahagiaan dunia akhirat. Sebagaimana hadist, “Sungguh beruntung seorang yang beragama Islam, diberi rezeki yang cukup dan dijadikan puas (Qonaah) oleh Allah atas apa yang diberikan kepadanya.” (HR Muslim)
Kedua, Mencari Rezeki dengan Keindahan.
Di antara sikap indah yang diajarkan Islam dalam rangka usaha dan bisnis ialah mengawali usaha dengan doa dan meniatkan usahanya sebagai fardhu kifayah.
Imam Ghazali menjelaskan bahwa dalam berwirausaha atau berjual beli hendaknya seorang muslim berniat melakukan suatu kewajiban yang tergolong fardhu kifayah. Karena seandainya ia meninggalkan profesi ini dan tidak ada yang melakukannya, maka kelancaran urusan kaum muslimin akan terganggu..”
Islam juga mengajarkan agar berangkat kerja dengan semangat dan optimis. Rasulullah Saw memotivasi ummatnya dengan berdoa, “Ya Allah, berkahilah umatku yang datang lebih awal ke tempat kerjanya.” (HR Ahmad). Nabi juga mengajarkan keyakinan bahwa sesiapa yang bekerja dan bertawakkal pasti Allah berikan rezeki seperti burung yang pergi dalam keadaan lapar dan pulang dengan kenyang.
Tentunya sikap indah yang utama dari bekerja ialah bahwa aktivitas bisnis tersebut tidaklah sampai menjadikannya lupa kepada dzikrullah, aturan Allah dan urusan akhirat. Seperti tidak tamak,tidak bersumpah untuk menutupi dusta, menjauhkan diri dari penipuan.
Firman Allah, “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah dan dari mendirikan sholat, dari menunaikan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang di hari itu hati dan penglihatan itu goncang.” (QS An-Nur : 37)
Ketiga, Menyelematkan diri dengan mengambil yang halal dan menjauhkan yang haram.
Seorang mukmin akan berhati-hati dalam usahanya, jangan sampai memakan sesuatu yang haram karena Rasul Saw bersabda,”Tidak akan masuk surga tubuh seseorang yang diberi makan dengan sesuatu yang haram.”
Langkah konkrit dari hal tersebut ialah tidak mengusahakan sesuatu yang haram seperi memperjualbelikan yang haram, bekerja di bidang prostitusi maupun perdukunan. Selain itu, tidak mengusahakan sesuatu dengan cara yang haram misalnya melakukan jualbeli dengan cara yang diharamkan seperti menipu dan merugikan orang.
Selanjutnya, bukti nyata etika seorang mukmin terhadap diri sendiri dalam bekerja yakni tidak mendayagunakan hasil kerja untuk sesuatu yang haram.
Misalnya membeli hal-hal yang diharamkan seperti minuman keras, narkoba walaupun dari hasil kerja yang halal. Lebih jauh dari itu, seorang mukmin akan meninggalkan sesuatu yang syubhat (tidak jelas kehalalan) karena bisa mengantarkan kepada yang haram.
BACA JUGA: Begini Etika Bekerja Menurut Islam
“Barangsiapa menghindari perkara-perkara syubhat, maka ia telah memelihara agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang jatuh ke dalam perkara syubhat maka ia telah jatuh ke dalam perkara yang haram.” (HR Bukhari Muslim).
Penutup
Islam adalah agama yang penuh dengan etika termasuk dalam hal bekerja. Bekerja adalah sesuatu yang mulia dalam Islam. Etika dalam bekerja setidaknya mencakup tiga hal yakni etika kepada Allah dengan takwa.
Etika kepada sesama dengan sikap dan cara yang baik dalam berusaha. Serta kepada diri sendiri dengan mengambil yang halal dan menjauhi hal yang haram. Wallahua’lam.