Oleh: Wafa Raihany Salam
Mahasiswa STEI SEBI Depok
wafaraihanys@gmail.com
DARI sudut pandang syariah, dokter harus memiliki sejumlah kecakapan agar memenuhi syarat untuk menjalankan tugas-tugas kedokteran. Para ulama menetapkan dua syarat yang berkenaan dengan para praktisi kedokteran, yaitu dia harus menjalankan profesi dengan kecakapan dan ketulusan, dan dokter harus memerhatikan adab-adab islami.
Dr. syaukat Asy-Syati menyusun syarat bagi seorang dokter yang dituntut dalam islam. Beliau menukil sejumlah tulisan tentang kedokteran islam. Persyaratan tersebut di antaranya, dokter harus maemastikan sebab-sebab penyakit dan keadaan yang menyebabkan penyakit tersebut, dokter harus memerhatikan keadaan dan perubahan pada tubuh pasien.
Tujuan dokter tidak boleh hanya mengetahui masalah melainkan juga menghilanmgkan masalah itu sehingga tidak menimbulkan masalah lain yang lebih buruk, dokter harus menangani penyakit dengan terlebih dahulu menggunakan metode paling mudah.
BACA JUGA: Pesan untuk seorang Dokter
Dokter harus memerhatikan kekuatan obat dan menimbangnya sehubungan dengan kekuatan penyakit, dokter harus memerhatikan gejala dan melihat apakah itu adalah sesuatu yang bisa ditangani atau tidak. Dokter juga harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman dalam menanggani problem psikilogis dan penyembuhannya.
Dokter harus bersikap baik dan lemah lembut terhadap pasien, dokter harus menggunakan berbagai metode.
Dan dokter juga harus memberikan perawatan dengan enam tujuan yakni, pemeliharaan kesehatan yang ada, pemulihan kesehatan yang hilang, menghilangkan dan mengurangi masalah, menerima masalah yang tidak begitu serius untuk menghilangkan masalah yang lebih buruk, memilih antara dua manfaat untuk mendapat manfaat yang lebih besar.
Nabi bersabda, “Allah tidak menurunkan suatu penyakit melainkan Dia juga menurunkan obatnya. Mereka yang mengetahuinya tahu akan hal itu dan mereka yang tidak mengetahuinya tidak tahu akan hal itu.” (HR.Ahmad)
Hadis ini adalah pendorong untuk meneliti dan menemukan pengobatan yang efektif, mendorong dokter meningkatkan kemampuan medisnya dan menjadi ahli. Sebab, pengobatan yang tepat termasuk sebab pentong membawa pada kesembuhan. Ini sebagaimana dari sabda Nabi, “jika pengobatan tepat diterapkan, (pasien) akan disembuhkan atas izin Allah.” (HR. Ahmad)
Adapun tugas-tugas dokter meliputi: memberikan saran yang masuk akal, meniatkan tindakannya bagi kemanfaatan orang lain dan bersikap baik terhadap mereka.
Ketulusan terhadap pasien meliputi meresepkan obat yang cocok dan menjaga hartanya, dokter dilarang meresepkan obat yang tidak membantu penyembuhan penyakit pasiennya.
Ketulusan terhadap pasiennya berarti jangan merawat pasien jika dokter yang bersangkutan tidak berada dalam suasana hati yang baik, serta meluangkan waktu yang cukup utnuk pasien dan keluarganya. Hal ini untuk memeriksa serta memahami situasi dan kondisi spiritual pasien yang terdiri dari tubuh, pikiran dan jiwa.
Dokter harus menangganinya dengan lembut, berbicara kepadanya dengan manusiawi dan penuh dengan kasih saying, mendengarnya dengan sungguh-sungguh, menenangkannya dan berusaha membuatnya merasa nyaman sehingga perilaku tersebut dapat meningkatkan tekad pasien, membangkitkan semangatnya dan memperkuat daya tahan tubuhnya sehingga sangat membantu dalam proses penyembuhan.
Dokter tidak boleh ragu-ragu mengirim pasiennya ke dokter spesialis atau komite pertimbangan jika situasi menghendaki, sebagai bagian dari kepercayaan dan saran tulus yang diwajibkan baginya oleh syariat.
Para dokter harus menghindari menggunjing atau mengkritik orang lain terutama teman sejawatnya. Serta dokter wajib menutup rahasia pasiennya.
Dokter diharapkan dapat melakukan penilaian yang baik pada tiap-tiap kasus sesuai karakteristik pasiennya, seperti ada sebagaian pasien yang mungkin runtuh mental mereka jika mengetahui keadaan sesungguhnya dari penyakit mereka. Dan ada orang yan memiliki iman yang kokoh dan sanggup menerima penyakit mereka serta ada sebagian orang yang ingin tahu sejauh mana tingkat penyakit mereka agar bisa menerima suatu metode perawatan.
Qais Aal Al-Syaikh Mubarak berpendapat jika pasien tidak bisa menjaga diri atau masih terlalu muda, lebih baik tidak diberi tahu, sebab orang semacam itu belum bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri, sehingga dokter dapat memberitahu walinya yang memberikan izin dia dirawat.
Kemudian Qais mengatakan “Jika dokter khawatir kondisi pasien akan memburuk setelah mengetahui hal yang sebenarnya, ini bukan alasan untuk tidak memberitahu keadaan yang sebenarnya.
“Dengan alasan, dokter terikat pada perjanjian dan dia tidak boleh melanggarnya dan mengimani kehendak serta takdir Allah melindungi seorang muslim agar tidak terjatuh dalam kebingungan dan keputuasaan.meski begitu, ketika dokter menyadari tidak mugnkin memberitahu hal tersebut kepada pasien, dia boleh memberitahu keluarga dan kerabatnya agar mereka yang memberitahu pasien. Tetapi dokter harus memilih kalimat yang pas.”
BACA JUGA: Kenapa Dokter Itu Begitu Sombong?
Diriwayatkan bahwa Ar-Rubayyi’ binti Mua’wwith berkata “kami bersama Nabi membawa air, merawat yang luka dan membawa yang gugur kembali ke Madinah.” (HR. Bukhari)
https://www.youtube.com/watch?v=wHGfoYNrqyY
Hadis tersebut menunjukan bolehnya seorang perempuan bukan makhram (yang boleh dinikahi) merawat laki-laki jika kondisi darurat menghendaki, tetapi hal itu harus dilakukan dengan memerhatikan kaidah menjaga pandangan, menyentuh dan lain sebagainya. Dan begitupun sebaliknya, laki-lakipun boleh merawat perempuan.
Dr. An-Nasimi menjelaskan, “Prinsip dasarnya, laki-laki tidak boleh memeriksa atau merawat perempuan yang bukan makhramnya dan sebaliknya. Karena pada praktiknya tidak bisa dilepaskan dari memandang dan menyentuh. Perkecualian untuk prinsip ini adalah keadaan darurat seperti tidak ada dokter perempuan yang kecapakannya dipercaya pasien, tidak adanya dokter perempuan yang menangani bidang khusus tertentu, atau karena laki-laki mislim diperlukan di medan jihad.” []
Sumber: Yusuf Al-Hajj Ahmad, 2016. Panduan Pengobatan Islami, Solo: Aqwam