Oleh : Herman Apriadi
imanabid722@gmail.com
ETYt: “Bang bang! Ada yang bilang begini, ‘Yang paling penting itu hati, bulan jilbab‘. Nah itu gimana, ya?”
Bang Bro: “Tergantung.”
Ety : “Tergantung bagaimana?”
Bang Bro: “Tergantung siapa yang ngomong.”
Ety : “Maksudnya? Aku nggak ngerti Bang!”
Bang Bro: “Kalau yang ngomong itu orangnya berjilbab, InsyaAllah dia itu orang baik, hatinya mudah-mudahan baik. Minimal lagi menuju baik. Dan yang dia bilang itu, bener. Hatilah yang utama.”
BACA JUGA:Â Jilbab Punuk Unta, Apa Kriterianya?
Ety : “Kalau yang tidak berjilbab?”
Bang Bro: “Dia juga bener.”
Ety : “Lha, sama aja dong?”
Bang Bro: “Belum kelar. Iya, dia juga bener. Bener-bener membenarkan kesalahannya. Maksud dia ngomong begitu juga apa? Hatinya sudah baik? Karena baik jadi nggak perlu jilbab? Sampai kucing beranak kuda mana ada orang baik ngaku baik.”
Ety : “Iya juga, ya.”
Bang Bro: “Jika dia sadar kalau hatinya belum baik, lalu ngapain ngomong sampai ke level hati, yang berada di level sangat sulit; jauh lebih sulit daripada sekadar mengganti cara berpakaian.”
Ety : “Iya Bang, ya.”
. . .
Catet!
“Jika pilih berjilbab dulu, maka bisa dilakukan sambil pelan-pelan memperbaiki hati.
Tapi jika memilih perbaiki hati dulu, maka berjilbab sudah bisa dilakukan tanpa harus proses pelan-pelan.
Perumpamaannya begini,
Bang Bro
BACA JUGA:Â Â 3 Dalil Alquran tentang Perintah Berjilbab
Jika seseorang yang ingin mempercantik gaya berenang, sudah pasti dia berada pada level tidak anti terhadap air.
Tapi jika orang yang ingin menghilangkan rasa anti terhadap air, maka yang pertama yang harus dia lakukan adalah berniat lalu memulai menyentuh air. Jika itu sudah bisa ia lakukan, maka selanjutnya ia bisa berendam. Jika berendam sudah tak masalah, kemudian ia bisa belajar berenang. Jika berenang sudah bisa, barulah perindah gaya berenangnya.”
Ngeh, ya 🙂 Alhamdulillah.
Maaf lahir batin. []