PEMERINTAH Cina dikenal kerap berlaku diskriminatif terhadap etnis Uighur di wilayah Xinjiang yang mayoritas beragama Islam. Cina kerap memberlakukan aturan tak masuk akal, seperti melarang puasa saat Ramadhan, dilarang menggelar pengajian, hingga shalat berjemaah. Bahkan aparat Cina secara ketat menempatkan pos-pos pemeriksaan di seluruh wilayah hingga perbatasan Xinjiang.
Jangankan untuk berdoa dan bersujud di masjid, hanya untuk sekadar memberikan nama-nama dengan identitas keislaman pun tak pernah mudah bagi lebih dari 10 juta jiwa Muslim di wilayah Xinjiang, Cina Barat.
Etnis Uighur yang mayoritas beragama Muslim mendominasi hampir setengah populasi Xinjiang.
Sudah sejak bertahun silam, aturan dan kebijakan baru dibuat oleh Pemerintah Cina untuk wilayah otonomi Xinjiang.
BACA JUGA:Â Cina Perluas Kamp Tahanan Muslim Uighur Tiga Kali Lipat
Peraturan tersebut melarang warga Uighur menggunakan burka, memiliki jenggot panjang, menggunakan nama-nama tertentu (yang di dalamnya termasuk nama Muhammad), dan bahkan berpuasa saat Ramadan.
Meskipun pemerintah Cina kerap membantah tudingan berlaku diskriminatif terhadap Muslim Uighur, semua aturan di Xinjiang itu membuat mayoritas Muslim Uighur terdiskriminasi, mereka tak bebas menjalankan ibadah.
Pertengahan 2017 lalu, sejumlah media internasional sempat menyoroti regulasi Pemerintah Cina yang mengatur nama-nama warga Xinjiang.
Dalam aturan tersebut, setiap orang tua di Xinjiang tak boleh memberi anaknya beberapa nama, termasuk di dalamnya nama Muhammad, Jihad, Islam dan beberapa nama identitas keislaman lainnya.
Jika orang tua di Xinjiang melanggar, maka si anak akan hilang semua haknya atas layanan kesehatan dan pendidikan yang disediakan Pemerintah Cina.
BACA JUGA:Â Kepolisian China Razia Al-Quran dan Alat Shalat Muslim Uighur
Pemerintah Cina beralasan dengan melakukan pengekangan terhadap Muslim Uighur bertujuan untuk mencegah penyebaran ideologi yang dituding ‘radikal’ di kalangan etnis Uighur. Namun, dari sisi etnis Uighur, mereka menyatakan justru perlakuan pemerintah Cina yang memicu radikalisme dan ekstremisme.
Dalam laporan Amnesty International dan Human Right Watch, sejumlah etnis Uighur di Xinjiang dipaksa untuk bersumpah setia kepada Presiden Cina Xi Jinping.
Tak sedikit dari mereka yang ditahan tanpa alasan dan batas waktu. Lokasi penahanan besar ini salah satunya diduga berada di area terpencil, bernama Dabancheng.
Sebuah lembaga ruang angkasa multinasional bernama GMV memiliki data tentang jumlah pasti fasilitas keamanan (baca: penjara raksasa) yang mereka temukan dari pantauan satelit khusus.
Analisis terbaru menyatakan sedikitnya ada 101 fasilitas keamanan tingkat tinggi yang terdeteksi di Xinjiang. Meski Pemerintah Cina menyangkal bahwa fasilitas tersebut hanya sebagai gedung pendidikan vokasi (keahlian khusus), tapi banyak bukti satelit menunjukkan hal yang berbeda.
BACA JUGA:Â Laporan Terbaru Amnesty Internasional: 1 Juta Muslim Uighur Ditahan Pemerintah china
Identifikasi GMV menyatakan, fasilitas keamanan yang mereka temukan lebih mengarah ke fasilitas tertutup, raksasa, punya pagar besi dan beton, dan punya menara pemantau untuk mengontrol pergerakan siapapun di dalamnya. Ini serupa dengan sebuah penjara raksasa ketimbang bangunan pelatihan.
Penderitaan Muslim Uighur atas diskriminasi dan persekusi oleh pemerintah Cina mungkin baru-baru ini diketahui warga dunia. Padahal sudah bertahun-tahun Muslim Uighur tak pernah bebas menjalankan ajaran Islam. []
SUMBER: CNN | BBC | TRIBUN