SETELAH bangsa Quraisy dan Yahudi berhasil di tundukan karena selalu menjadi ancaman dan penghalang dakwah Rasulullah ﷺ, target berikutnya ialah bangsa Arab Badui yang tinggal di gurun-gurun. Mereka selalu berbuat onar, kerusakan, dan perampokan. Perbuatan mereka membuat umat Islam resah, hingga Rasulullah ﷺ dan para sahabat membuat persetujuan untuk berperang dengan mereka.
Kemudian perang ini lebih dikenal dengan nama perang Dzatur Riqa. Salah satu kisah perang yang selalu diingat sepanjang zaman kemudian diabadikan dalam kitab-kitab sirah nabawiyah. Perang ini terjadi pada bulan Muharram tahun keempat hijriyah. Ada juga yang menyebutkan tahun kelima hijriyah.
Pendapat Syekh Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, perang Dzatur Riqa disebabkan oleh pengkhianatan bangsa-bangsa Najd hingga menyebabkan terbunuhnya 70 sahabat yang ditugaskan Rasulullah ﷺ sebagai juru dakwah. Rasulullah ﷺ bergerak keluar dengan tujuan memerangi bangsa Muharib dan Tsa’lab. Yang mendapat tugas untuk tinggal dan menjaga Madinah ialah Abu Dzarr al-Ghifari.
BACA JUGA: Perang Badar, Ini 3 Penyebabnya
Sesampainya di Nakhl, wilayah Najd milik Bani Ghathfan, Rasulullah ﷺ beserta pasukannya membangun markas. Tetapi Allah telah memberikan rasa gentar dan takut pada bangsa-bangsa pengkhianat. Alhasil, mereka memilih menjauh dari pasukan Rasulullah saw, meskipun saat itu jumlah mereka cukup banyak, sehingga tidak terjadi kontak senjata. (Shafiyurrahman al-Mubarakfuri, ar-Rahîqul Makhtûm, [Qatas, Wazâratul Auqâf: 2007], halaman 380].
Latar belakang penamaan Perang Dzatur Riqa
Setiap Rasulullah ﷺ dan para sahabat mengikuti peperangan, maka peperangan tersebut akan memiliki nama khusus, seperti perang Uhud, karena terjadi di gunung Uhud. Sama dengan perang Dzatur Riqa. Ada penyebab tersendiri di balik penamaannya. Rasulullah ﷺ bersabda,
عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ، خَرَجْنَا مَعَ النَّبِيِّ فِي غَزَاةٍ، وَنَحْنُ سِتَّةُ نَفَرٍ، بَيْنَنَا بَعِيرٌ نَعْتَقِبُهُ، فَنَقِبَتْ أَقْدَامُنَا، وَنَقِبَتْ قَدَمَايَ، وَسَقَطَتْ أَظْفَارِي، وَكُنَّا نَلُفُّ عَلَى أَرْجُلِنَا الْخِرَقَ، فَسُمِّيَتْ غَزْوَةَ ذَاتِ الرِّقَاعِ، لِمَا كُنَّا نَعْصِبُ مِنَ الْخِرَقِ عَلَى أَرْجُلِنَا. (رواه البخاري)
“Diriwayatkan dari Abu Musa al-Asy’ari ra, ‘Kami pergi bersama Nabi saw dalam suatu peperangan. Saat itu kami berenam menunggangi satu ekor unta secara bergantian. Banyak luka pada telapak kaki kami, juga pada kedua telapak kakiku. Bahkan, kuku-kuku kakiku patah.
Kami membalut kaki-kaki kami yang terluka dengan sobekan kain. Dengan alasan inilah peperangan itu disebut Dzatur Riqa (yang memiliki banyak sobekan kain), sebab kami balutkan sobekan kain pada kaki-kaki kami.” (HR al-Bukhari). (Muhammad Isma’il Abu Abdillah al-Bukhari, Shahîhul Bukhâri, [Beirut, Dârubni Katsîr: 1987), juz IV, halaman 1513).
Tidak hanya itu ada riwayat lain yang menunjukkan bahwa nama tersebut berikatan dengan kelemahlembutan Rasulullah ﷺ yang tampak selepas peristiwa tersebut. Yakni saat Rasulullah ﷺ merasakan lelah dan letih selepas perjalanan dari perang, kemudian Rasulullah ﷺ istirahat di suatu tempat.
Dalam istirahatnya ada salah satu orang Badui yang hendak membunuhnya, tetapi niat jahat itu tidak terjadi. Dalam hadits disebutkan,
أَنَّ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللهِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَخْبَرَ أَنَّهُ غَزَا مَعَ رَسُولِ اللهِ قِبَلَ نَجْدٍ، فَلَمَّا قَفَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَفَلَ مَعَهُ، فَأَدْرَكَتْهُمْ الْقَائِلَةُ فِي وَادٍ كَثِيرِ الْعِضَاهِ، فَنَزَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَفَرَّقَ النَّاسُ يَسْتَظِلُّونَ بِالشَّجَرِ، فَنَزَلَ رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَحْتَ سَمُرَةٍ وَعَلَّقَ بِهَا سَيْفَهُ وَنِمْنَا نَوْمَةً. فَإِذَا رَسُولُ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدْعُونَا، وَإِذَا عِنْدَهُ أَعْرَابِيٌّ فَقَالَ: إِنَّ هَذَا اخْتَرَطَ عَلَيَّ سَيْفِي وَأَنَا نَائِمٌ فَاسْتَيْقَظْتُ وَهُوَ فِي يَدِهِ صَلْتًا، فَقَالَ: مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي؟ فَقُلْتُ: اللهُ ثَلَاثًا، وَلَمْ يُعَاقِبْهُ وَجَلَسَ. (رواه البيهقي)
“(Dikisahkan) alkisah Jabir bin ‘Abdullah ra memberitakan dia berangkat berperang bersama Rasulullah ﷺ melewati Najed. Saat Rasulullah ﷺ pulang Jabir juga ikut pulang, kemudian mereka menemukan sungai di bawah lembah yang banyak pepohonannya.
Lalu Rasulullah ﷺ turun dan orang-orang pun berpencar mencari tempat berteduh di bawah pohon. Rasulullah ﷺ berteduh di bawah salah satu pohon, kemudian menggantungkan pedangnya pada pohon tersebut, lalu tidur sejenak. Saat itu, Rasulullah ﷺ memanggil kami, sementara di hadapannya telah ada seorang Badui.
Rasulullah saw berkata ‘Orang ini telah mengambil pedangku saat aku tidur, lalu aku bangun sementara tangannya sudah memegang pedang yang terhunus’. Lalu ia bertanya ‘Siapa yang dapat melindungimu dariku?’ kemudian Rasulullah ﷺ menjawab ‘Allah’ sebanyak tiga kali’. Kemudian orang itu tidak dapat berbuat apapun terhadap beliau, dan dia terduduk lemas.” (HR al-Baihaqi).
Biarpun perang Dzatur Riqa tidak sampai mengakibatkan kontak senjata, tetapi perang ini menyimpan banyak kejadian penting untuk dikaji dan direnungkan. Pendapat Syekh Ramadhan al-Buthi, ada beberapa pelajaran yang perlu direnungkan dari peristiwa ini. Pertama, ujian berat saat berjuang di jalan Allah.
Penamaan perang ini dengan nama Dzatur Riqa menyimbolkan secara jelas betapa sulitnya cobaan yang dipikul para sahabat dalam menyampaikan mengantarkan risalah Allah dan berjihad di jalan-Nya. Juga memberi simbol yang jelas bahwa betapa fakir keadaan mereka.
Mereka tidak mempunyai harta, kendaraan yang mereka gunakan untuk berjihad hanyalah seekor unta yang ditunggangi secara bergilir oleh enam atau tujuh orang dalam menempuh perjalanan jauh dan sarat rintangan. Tetapi, kemiskinan tidak akan menghalangi mereka untuk tetap bertugas mendakwahkan agama Allah dan berjihad di jalan-Nya.
Mereka rela menanggung semua risiko dan memikul semua beban yang ada demi menjalankan tugas ini. Kaki-kaki mereka terluka akibat perjalanan jauh mengarungi padang pasir dan kerikil tajam. Bahkan kuku-kuku mereka terlepas akibat tidak sengaja menendang bebatuan keras.
Darah pun mengalir dari kaki mereka, dan ketika itu tidak memiliki apapun selain sobekan-sobekan kain yang dibalutkan lapis demi lapis. Meski demikian, tak ada sedikit pun rasa lemah, patah semangat, atau menyerah di hadapan tugas mereka.
Pendapat Syekh al-Buthi, semua perjuangan mereka digambarkan dalam Al-Qur’an,
إِنَّ اللهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ، بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ
“Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri maupun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, sehingga mereka membunuh atau terbunuh.” (QS at-Taubah: 111).
BACA JUGA: Semangat dan Keyakinan Anas bin Nadhar di Perang Uhud
Kedua, Penjagaan Allah kepada Rasul-Nya. Seperti disebutkan dalam hadits di atas, ada seorang musyrik mengambil pedang Rasulullah ﷺ saat beliau tertidur di bawah pohon. Kisah ini menunjukkan penjagaan dan perlindungan Allah kepada utusan-Nya. Syekh al-Buthi menyebutkan,
هَذِهِ القِصَّةُ تَكْشِفُ عَنْ مَدَى رِعَايَةِ اللهِ وَحِفْظِهِ لِنَبِيِهِ ثُمَّ هِيَ تَزِيْدُ يَقِيْنًا بِالخَوَارِقِ التِي أَخْضَعَهَا اللهُ لَهُ
“Kisah ini menjadi pembuka (hati yang tertutup) perihal penjagaan dan perlindungan Allah kepada Nabi Muhammad saw, dan menambah keyakinan dengan adanya kejadian yang tidak bisa dinalar yang Allah anugerahkan kepada beliau.” (Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Fiqhus Sîrah Nabawiyah, [Beirut, Dârul Fikr: 2013], halaman 216).
Dalam kandungan ayat lain Allah mengabadikan cerita ini sebagai nikmat yang sangat besar bagi Rasulullah ﷺ,
يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَتَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَنْ يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ أَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ
“Wahai orang-orang beriman, ingatlah nikmat Allah (yang diberikan) kepadamu, ketika suatu kaum bermaksud hendak menyerangmu dengan tangannya, lalu Allah menahan tangan mereka dari kamu.” (QS Al-Ma’idah: 11).
Imam al-Qurthubi (wafat 671 H) mengutip pendapat kebanyakan para ulama tafsir, ayat di atas Allah turunkan kepada Rasulullah ﷺ bertepatan dengan kejadian saat pulang dari perang Dzatur Riqa dan hendak dibunuh oleh seorang Badui ketika beliau sedang tidur sebagaimana penjelasan di atas. (Abu Abdillah Muhammmad al-Qurthubi, al-Jâmi’ li Ahkâmil Qur’ân, [Riyadl, Dârul ‘Alam: 2003], juz VI, halaman 111).
Itulah sepintas kisah di balik perang Dzatur Riqa. Banyak pelajaran yang dipetik dalam perang ini, meski perang Dzatur Riqa tidak sampai terjadi, bahkan sama sekali tidak ada korban meninggal, akan tetapi perjalanan dan perjuangan Rasulullah ﷺ dan para sahabat sangat besar. Wallâhu a’lam bish shawâb. []
Oleh: Remmy Ardian
SUMBER: NU ONLINE