ADAKALANYA seorang penuntut ilmu, atau ahli ibadah merasa futur atau malas. Ketika mata sebenarnya menatap tempat sujud, tapi hati berada di tempat yang lainnya. Ketika raga berada di majelis ilmu, namun jiwa dan pikiran fokus kepada hal lainnya.
Futur yaitu rasa malas, enggan, dan lamban dalam melakukan kebaikan. Futur adalah penyakit yang sering menyerang sebagian ahli ibadah, para da’i, dan penuntut ilmu. Sehingga seseorang menjadi lemah dan malas, bahkan terkadang berhenti sama sekali dari melakukan suatu aktivitas kebaikan.
Di antara sebab-sebab munculnya penyakit futur adalah sebagai berikut:
BACA JUGA: Tetap Puasa Namun Malas Shalat, Apa Hukumnya?
1. Hilangnya keikhlasan.
2. Lemahnya ilmu Syar’i.
3. Kecintaan hati yang besar kepada dunia dan banyak melupakan akhirat.
4. Fitnah (cobaan) berupa isteri dan anak.
5. Hidup di tengah masyarakat yang rusak.
6. Berteman dengan orang-orang yang memiliki keinginan yang lemah dalam meraih kebaikan.
7. Melakukan dosa serta memakan makanan yang haram.
8. Tidak mempunyai tujuan yang jelas (baik dalam menuntut ilmu maupun berdakwah).
9. Lemahnya iman.
10. Menyendiri, dan tidak mau bergabung dengan saudara seiman yang lainnya, saling tolong menolong dalam kebaikan.
11. Lemahnya pendidikan (tarbiyyah) imaniyyah.
Allah mentakdirkan adanya penyakit futur, tentulah Allah memberikan obatnya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin pernah ditanya, “Banyak penuntut ilmu agama yang lemah tekadnya dan futur dalam menuntut ilmu. Sarana apa saja yang dapat membangkitkan tekad dan semangat dalam menuntut ilmu?“.
Beliau menjawab: “Dha’ful himmah (tekad yang lemah) dalam menuntut ilmu agama (Islam) adalah salah satu musibah yang besar. Untuk mengatasi ini ada beberapa hal yang bisa dilakukan, yaitu:
1. Mengikhlaskan niat hanya untuk Allah ‘Azza Wa Jalla dalam menuntut ilmu
Niat dalam melakukan suatu perbuatan (yang baik) tentunya harus ikhlas untuk Allah semata. Keikhlasan suatu niat sangat berpengaruh pada amalan-amalan yang kita lakukan.
Jika seseorang ikhlas dalam menuntut ilmu, ia akan memahami bahwa amalan menuntut ilmu yang ia lakukan itu akan diganjar pahala. Sebagaimana dalam hadits disampaikan bahwa,
“Sesungguhnya setiap amal itu (tergantung) pada niatnya, dan sesungguhnya sesesorang itu hanya mendapatkan sesuai dengan apa yang diniatkannya.
Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya (dinilai) karena Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya karena harta dunia yang hendak diraihnya atau karena wanita yanga hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu hanyalah kepada apa yang menjadi tujuan hijrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Kemudian, dengan mengikhlaskan niat tersebut seseorang akan bearada pada tingkatan yang ketiga dari umat ini, lalu dengan itu semangatnya pun akan bangkit.
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang shaleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”. (QS. An Nisa: 69)
2. Selalu bersama dengan teman-teman yang semangat dalam menuntut ilmu
Teman merupakan orang yang sangat berpengaruh pada diri kita. Teman turut membentuk karakter seseorang. Oleh karena itu dalam berteman hendaknya kita memilih teman-teman yang mampu mengantarkan kepada kebaikan.
Teman-teman yang demikian dapat membantu kita dalam berdiskusi dan meneliti masalah agama. Jangan condong untuk meninggalkan kebersamaan bersama mereka selama mereka senantiasa membantu dalam menuntut ilmu.
3. Bersabar, yaitu ketika jiwa mengajak untuk berpaling dari ilmu
BACA JUGA: Sering Malas Ibadah, Ini Tips Mengatasinya
Kesabaran akan mengantarkan kita kembali kepada ilmu dan kebaikan-kebaikan. Oleh karena itu, hendaknya kita terus berusaha bersabar agar penyakit futur itu segera hilang. Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam:
“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang beribadah kepada Tuhan mereka di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini” (QS. Al Kahfi: 28).
Seorang penuntut ilmu tidak boleh terburu-buru dalam meraih ilmu Syar’i. Menuntut ilmu Syar’i tidak bisa didapatkan dengan kilat atau dikursuskan dalam waktu singkat.
Harus diingat, bahwa perjalanan dalam menuntut ilmu adalah panjang dan lama, oleh karena itu wajib sabar dan selalu memohon pertolongan kepada Allah agar tetap istiqamah di atas kebenaran. []
SUMBER: MUSLIMAH.OR.ID