TOLERANSI umat Islam kepada non-muslim sebenarnya tidak ada masalah sejak dulu. Yang bermasalah hingga hari ini justru toleransi kepada sesama muslim. Penyebabnya adalah sikap fanatik (ta’ashub) terhadap kelompok tertentu.
Fanatik membuat seseorang mengira gambaran -pemahaman dan pengamalan- Islam hanya satu bentuk. Ketika melihat bentuk yang berbeda, ia kaget dan terburu-buru memvonis sesat.
Fanatik membuat perkara yang ijtihadiyyah/zhanni, yang memungkinkan adanya perbedaan, dianggap sebagai hal yang qath’i, tidak boleh berbeda, kalau berbeda berarti sesat.
Nash-nash wahyu itu tidak semua qath’i, justru banyak yang zhanni, yang membutuhkan ijtihad. Karena akal manusia terbatas, maka ijtihad itu bisa menimbulkan perbedaan. Baik nash berkaitan dengan hukum fiqih, begitu pula berkaitan dengan aqidah. Nash yang qath’i tentang aqidah itu menjadi pokok aqidah, standar keislaman seseorang.
BACA JUGA:Â Berikut 5 Ayat Al-Quran tentang Toleransi
Namun ada pula nash aqidah yang membutuhkan ijtihad. Sehingga lahirlah perbedaan dalam tiga madzhab aqidah ahlus sunnah: atsari, asy’ari dan maturidi. Misalnya merumuskan sifat-sifat Allah, kelompok asy’ari menyimpulkannya dengan sifat 20.
Kelompok yang mengikuti ijtihad ibnu taimiyyah, berakar atsari, membagi tauhid kepada 3: rububiyyah, uluhiyyah dan asma wassifat. Adakah nash yang jelas menyebutkan pembagian itu? Tentu tidak ada. Ini menunjukkan ada ijtihad dalam hal aqidah, ada furu aqidah. Yang mengingkari ini, ia menyalahi fakta keilmuan yang ada.
Fanatik Kelompok
Memilih pendapat yang lebih kuat (rojih) dari perbedaan ijtihadiyyah tidak menafikan adanya pendapat yang berbeda. Karena penilaian rojih itu sendiri bisa berbeda. Maka tidak boleh ada pengingkaran dalam masalah ijtihadiyyah ini.
Dalam kaidah fiqih disebutkan: “La inkaro fi al-masail al-khilafiyyah” (tidak boleh ada pengingkaran dalam masalah yang mengandung perbedaan pendapat). “Al-Ijtihad la yunqadhu bil ijtihad” (satu ijtihad tidak bisa digugurkan dengan ijtihad yang lain). Karena pengingkaran itu pada perkara mungkar, yang disepakati.
BACA JUGA:Â Toleransi dalam Islam Ada Batasannya?
Perkara zhanni ini tidak bisa menjadi alasan untuk memvonis sesat, mengeluarkan dari ahlus sunnah dan timbulnya permusuhan, justeru perintah menjaga persaudaraan sesama muslim adalah perkara yang qath’i.
Maka, tidak ada yang dapat dilakukan dalam masalah ijtihadiyyah ini selain bersikap toleran dan berlapang dada, agar Allah mencurahkan rahmat-Nya, memberikan kekuatan, agar tidak mudah dilemahkan, diprovokasi dan dipecah belah. []
Oleh: Ustadz Muhammad Atim