Oleh: Muhammad Dihya Alqalby
Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah 2022 A STEI SEBI
mdihyaalqolby11@gmail.com
DALAM kondisi fardhu Ain dan fardhu kifayah tidak bisa ditunaikan sekaligus, fardhu Ain lebih didahulukan. Dalam hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim, dikisahkan seorang laki-laki yang meminta izin untuk ikut berjihad, akan tetapi karena orang tuanya masih hidup, Rasulullah ﷺ memintanya untuk berjihad dengan cara berbakti kepada orang tua.
Imam al-Ghazali pernah mengkritisi fenomena ketika banyak orang mencari ilmu fiqih, padahal ilmu kedokteran lebih dibutuhkan pada saat itu.
Fardhu Ain berarti setiap kewajiban yang harus ditunaikan oleh setiap individu Muslim dan jika tidak ditunaikan, dia berdosa. Fardhu kifayah adalah setiap kewajiban yang cukup ditunaikan oleh salah satu dari masyarakat yang wajib menunaikannya sehingga jika ditunaikan oleh satu orang, itu sudah menggugurkan kewajiban karena dia sebagai representasi dari masyarakat.
BACA JUGA: Dalil Wajibnya Fardhu Wudhu Dikerjakan Secara Berurutan
Maksud standar ini adalah jika dalam kondisi saat ada keterbatasan dalam menunaikan fardhu Ain dan fardhu kifayah, fardhu Ain lebih didahulukan daripada fardhu kifayah. Standar ini tidak berlaku bagi masyarakat atau kaum Muslimin yang mem- punyai kemampuan untuk menunaikan fardhu Ain dan fardhu kifayah karena dalam kondisi ini keduanya bisa ditunaikan dan disempurnakan. Oleh karena itu, standar ini berlaku jika kita tidak mampu menunaikan keduanya, fardhu Ain lebih didahulukan daripada fardhu kifayah.
Contoh kategori fardhu Ain adalah mengerjakan shalat lima waktu, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadlan, dan melaksanakan ibadah haji. Contoh yang termasuk kategori fardhu kifayah adalah merawat jenazah (tajhiz al-mayyit) dan membangun sekolah atau rumah sakit. Jika ada pilihan antara kebijakan, pro- gram, atau aktivitas yang fardhu Ain dengan kebijakan, program, atau aktivitas yang fardhu kifayah, kegiatan yang fardhu Ain harus didahulukan dan diprioritaskan.
Hal ini sesuai dengan kesepakatan para ulama bahwa fardhu `ain adalah kewajiban setiap individu yang harus ditunaikan dan berdosa jika tidak ditunaikan. Sementara itu, fardhu kifayah cukup ditunaikan oleh satu orang sehingga menggugurkan kewajiban kolektif masyarakat, seperti shalat Jenazah.
“Dari Abdullah bin Amr bin Ash ra, dia berkata, ‘Datang seorang laki-laki kepada Nabi saw. lalu meminta izin untuk ikut berjihad. Beliau bertanya, ‘Apakah kedua orang tuamu masih hidup?’ Laki-laki itu menjawab, ‘Iya. Beliau bersabda, ‘Kepada keduanyalah kamu berjihad (berbakti).” (HR al-Bukhari dan Muslim).
Hadits riwayat Abdullah bin Amr bin Ash r.a. tersebut me- negaskan makna penting bahwa berbakti kepada orang tua dengan menemani, merawat, dan melayaninya lebih didahulukan daripada pergi berjihad di medan peperangan. Jihad yang dimaksud dalam.
BACA JUGA: Ini Bacaan Dzikir Setelah Sholat Fardhu sesuai Sunnah Rasulullah
Hadits tersebut adalah fardhu kifayah sehingga jika tidak ikut serta dalam jihad dan ada orang lain yang ikut serta, keikutsertaan orang lain sudah menggugurkan kewajibannya. Berbakti kepada orang tua (melayani orang tua) bersifat fardhu Ain atau wajib bagi setiap orang yang memiliki orang tua.
Jihad yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah jihad thalab, bukan jihad ad-difa’i. Jihad thalab adalah berperang melawan musuh Islam yang ada di negeri Islam, sedangkan jihad ad-difa’l adalah membela diri atas serangan musuh Islam yang masuk dan menyerang masyarakat Muslim. Jihad ad-difa’i hukumnya fardhu aln, kecuali jika otoritas mewajibkannya. []
Kirim tulisan Anda ke Islampos. Isi di luar tanggung jawab redaksi. Silakan kirim ke: islampos@gmail.com, dengan ketentuan tema Islami, pengetahuan umum, renungan dan gagasan atau ide, Times New Roman, 12 pt, maksimal 650 karakter.