Oleh : Raidah Athirah
Penulis, Kontributor Islampos, Tinggal di Polandia
KEHADIRAN Hafidz Qorteng (meminjam istilah Pak Ridwan Kamil) Ujang Fatih Seferagic tak ayal membawa fenomena baru di kalangan pemuda-pemudi Islam. Istilah kerennya, ikhwan -akhwat.
Saya sengaja jalan-jalan ke Instagram dan saya dapati hal yang tengah populer di Indonesia adalah tanda hastag diikuti nama qori ganteng ini. Namun, yang paling menarik bagi saya adalah hastag:
#FatihSeferagic
#Dearmyfuturehusband
#MyFutureImam
#BuleHafidz
#CalonMantu
#Mydreamhusband
#JodohMasaDepan
#JodohkuYaAllah
Dan masih banyak lagi.Yang paling membuat saya malu dan geli adalah video akhwat yang terdengar (sedikit) histeris menyambut kedatangan Sang Qorteng.
Saya pikir ikhwan hari ini harus siap menaikkan standard mutu bila ingin bersaing di pasar ta’aruf. Mengingat dan menimbang bahwa ikhwan Eropa dan Amerika mulai melirik bursa pasar akhwat untuk dijadikan pendamping hidup.
Standard mutu ini tak ayal melahirkan perbandingan antara ikhwan lokal versus ikhwan bule.
Ini tentu kompetisi yang sehat karena situasi di lapangan menghendaki demikian. Hari ini, banyak ikhwan bule yang melakukan ikhtiar dengan mencari pendamping hidup dari luar negeri. Bukan apa-apa, stok akhwat di luar banyak yang lebih memilih pasangan hidup dari negara Arab dan Asia lainnya. Mau tak mau ikhtiar satu-satunya adalah mencari akhwat dari luar.
Salah satu contoh sederhana yang saya amati selama bergaul dengan sisters mualaf asal Polandia adalah banyak di antara mereka yang menikah dengan ikhwan dari Timur Tengah maupun Afrika semisal Mesir, Tunisia, Maroko serta Somalia.
Hal ini membuat saya berpikir bahwa kehadiran Fatih Seferagic pasti akan melahirkan kriteria baru dalam biodata kaum akhwat.
Singkatnya, dunia perbandingan ini akan menjadi babak baru dalam dunia dakwah kaum muda Islam.
***
Saya tidak yakin apakah perbandingan yang akan saya tulis ini masuk kategori jeruk dan apel atau jeruk dan pisang tetapi jelas ini bukan tentang apel makan jeruk. ?
Opini saya kali ini bersifat subjektif jadi jangan diambil hati apalagi dijadikan informasi valid untuk menjatuhkan lawan .
Dunia perbandingan adalah dunia yang wajar karena pada dasarnya setiap orang menginginkan yang terbaik .
Permasalahannya, beberapa dari kita kadang memegang standar nilai yang tidak jelas ketika menilai.
Tulisan ini untuk menjawab pertanyaan saudari yang sering mewawancarai saya lewat pesan berantai juga untuk curhat yang tak menemukan solusi.
Kalau tidak dijawab dibilang sombong, kalau dijawab nanti tidak ada rahasia di antara kita. Ya Allah! Dilema hidup di dunia maya.
Pertanyaan pun tidak jauh -jauh tentang ikhwan-bakwan.
“Mbak ,gimana sih sifat ikhwan bule itu?”
“Mbak, kalau boleh tahu apa yang Abu Aisha suka dari diri Mbak?”
“Mbak, gimana caranya bisa dapat ikhwan bule. Ini ikhwan lokal pada belagu semua!”
“Mbak …, saya curhat, boleh? Udah berapa kali ta’aruf dengan ikhwan lokal tapi gagal terus alasan nolaknya nggak syar’i bangat deh! Ya asumsi saya mungkin setelah ketemu, saya tidak seputih bintang Korea kali ya…”
“Ikhwan bule itu romantis, ya Mbak? Ikhwan lokal kok yang saya amati maunya ya kayak raja. Dilayani terus, giliran minta bantu cuci piring banyak alasannya…”
“Mbak, sifat-sifat apa aja yang disukai ikhwan bule? Ikhwan lokal khan standarnya fisik abis!”
“Ikhwan bule beda ya Mbak kalau menilai lebih ke sifat khan, ya…”
“Mbak, bantuain saya cariin ikhwan bule dong!”
Jawaban saya dari semua pertanyaan di atas adalah: “Saya juga bingung bagaimana menjelasinnya ukhti.”
***
Perbincangan tentang ikhwan lokal vs ikhwan bule memang topik asyik di kalangan akhwat. Apalagi setelah kehadiran Fatih Seferagic. MashaAllah, tambah bersemangat membahas topik ini.
Awalnya, bintang -bintang India bertaburan di TV diikuti bintang Korea dan yang paling kekinian bintang Turki dengan pesona yang aduhai.
Dunia yang semakin mengglobal menjembatani impian ini semakin mudah. Tetapi tetap saja semuanya harus berpasrah pada takdir setelah ikhtiar yang maksimal.
Tanpa sadar pula “image” mereka tertanam dalam otak dan lama-lama membentuk semacam informasi tersendiri yang nantinya dipakai ketika mencari jodoh.
Permasalahannya kita lupa bahwa manusia dimana pun pada dasarnya memiliki sifat-sifat umum seperti yang digambarkan Allah Swt dalam Al-qur’an.
Pertama, manusia itu LEMAH. “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu dan manusia dijadikan bersifat lemah,” (Q.S. Annisa; 28).
Kedua, manusia itu GAMPANG TERPERDAYA. “Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah,” (Q.S Al-Infithar : 6).
Ketiga, manusia itu LALAI. “Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,” (Q.S At-takaatsur 1).
Keempat, manusia itu PENAKUT / GAMPANG KHAWATIR. “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabra,” (Q.S Al-Baqarah 155).
Kelima, manusia itu BERSEDIH HATI. “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati,” (Q.S Al Baqarah: 62).
Keenam, manusia itu TERGESA-GESA. “Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa,” (Al-Isra’ 11).
Ketujuh, manusia itu SUKA MEMBANTAH. “Dia telah menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata,” (Q.S. an-Nahl 4).
Kedelapan, manusia itu SUKA BERLEBIH-LEBIHAN. “Dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan,” (Q.S Yunus : 12).
“Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas,” (Q.S al-Alaq : 6).
Kesembilan, manusia itu PELUPA. “Dan apabila manusia itu ditimpa kemudharatan, dia memohon (pertolongan) kepada Tuhannya dengan kembali kepada-Nya; kemudian apabila Tuhan memberikan nikmat-Nya kepadanya lupalah dia akan kemudharatan yang pernah dia berdoa (kepada Allah) untuk (menghilangkannya) sebelum itu, dan dia mengada-adakan sekutu-sekutu bagi Allah untuk menyesatkan (manusia) dari jalan-Nya. Katakanlah: ‘Bersenang-senanglah dengan kekafiranmu itu sementara waktu; sesungguhnya kamu termasuk penghuni neraka’,” (Q.S Az-Zumar : 8).
Kesepuluh, manusia itu SUKA BERKELUH-KESAH. “Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah,” (Q.S Al Ma’arij : 20).
“Manusia tidak jemu memohon kebaikan, dan jika mereka ditimpa malapetaka dia menjadi putus asa lagi putus harapan,” (Q.S Al-Fushshilat : 20).
“Dan apabila Kami berikan kesenangan kepada manusia niscaya berpalinglah dia; dan membelakang dengan sikap yang sombong; dan apabila dia ditimpa kesusahan niscaya dia berputus asa,” (al-Isra’ 83)
Kesebelas, manusia itu KIKIR. “Katakanlah: ‘Kalau seandainya kamu menguasai perbendaharaan-perbendaharaan rahmat Tuhanku, niscaya perbendaharaan itu kamu tahan, karena takut membelanjakannya.’ Dan adalah manusia itu sangat kikir,” (Q.S. Al-Isra’ : 100).
Keduabelas, manusia itu SUKA MENGKUFURI NIKMAT. “Dan mereka menjadikan sebahagian dari hamba-hamba-Nya sebagai bahagian daripada-Nya. Sesungguhnya manusia itu benar-benar pengingkar yang nyata (terhadap rahmat Allah),” (Q.S. Az-Zukhruf : 15).
“Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar, tidak berterima kasih kepada Tuhannya,” (Q.S. al-‘Aadiyaat : 6).
Ketigabelas, manusia itu DZALIM dan BODOH. “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh,” (Q.S al-Ahzab : 72).
Keempatbelas, manusia itu SUKA MENURUTI PRASANGKANYA. “Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan,” (Q.S Yunus 36).
Kelimabelas, manusia itu SUKA BERANGAN-ANGAN. “Orang-orang munafik itu memanggil mereka (orang-orang mukmin) seraya berkata: ‘Bukankah kami dahulu bersama-sama dengan kamu?’ Mereka menjawab: “Benar, tetapi kamu mencelakakan dirimu sendiri dan menunggu (kehancuran kami) dan kamu ragu- ragu serta ditipu oleh angan-angan kosong sehingga datanglah ketetapan Allah;dan kamu telah ditipu terhadap Allah oleh (syaitan) yang amat penipu’,” (Q.S al Hadid 72).
****
Pemahaman kita tentang sifat-sifat dasar manusia akan menjadi bekal tersendiri saat membina rumah tangga.
Perbedaan bukan terletak pada warna kulit akan tetapi pada nilai -nilai adab yang kita kenal sebagai akhlak .
Segala puji bagi Allah yang memberi kita petunjuk Iman dan Islam.
Standarnya sederhana, bukan?
IMAN dan ISLAM. []