RASULULLAH SAW wafat meninggalkan sekitar sepuluh ribu sahabat. Mereka semua ulama dan ahli fiqh. Akan tetapi yang memposisikan diri sebagai mufti (juru fatwa) dan mau memikul untuk memutuskan berbagai hukum-hukum agama serta berbagai kejadian yang ada waktu itu hanya sekitar belasan.
Diriwayatkan dari Abdurrahman bin Abi Laila beliau berkata : “Aku menjumpai seratus dua puluh orang sahabat Nabi di suatu masjid. Tidaklah salah satu dari mereka ditanya tentang suatu hadis atau fatwa, kecuali ia ingin orang lain yang menjawabnya dan jawabannya telah mencukupi bagi orang yang bertanya.”
BACA JUGA: Kebaikan dan Dosa, Mintalah Fatwa pada Hatimu
Hal ini dituturkan oleh Imam Muhmmad bin ‘Ali bin ‘Athiyyah Al-Haritsi Abu Thalib Al-Makki – rahimahullah – (w. 386 H) dalam kitab beliau “Qutul Qulub fi Mu’amalatil Mahbub” (1/228).
Demikian kondisi para sahabat yang begitu takut dan menjaga diri dari berfatwa, apalagi menyangkut hal-hal besar dan issue-issue yang krusial. Karena mereka mengerti benar, bahwa berbicara masalah agama terutama berfatwa adalah perkara yang sangat besar dan berbahaya. Hanya orang-orang yang benar-benar berilmu yang layak melakukannya.
BACA JUGA: Benarkah Berfatwa dengan Satu Landasan Ayat Saja?
Adapun di zaman kita saat ini kondisinya sebaliknya. Jika ada seratus orang, maka yang sembilan puluh sembilan orang atau bahkan semuanya akan berlomba untuk tampil menjadi mufti.
Wallahul musta’an.
Facebook: Abdullah Al-Jirani