Oleh: Isti Rahmawati
Pemerhati Pendidikan dan Remaja
SETELAH sebelumnya viral di jejaring sosial Youtube seperti Kiki Challenge (tantangan menari yang dilakukan di jalanan saat mobil tengah maju). Dan di jejaring sosial Whatsapp yakni Momo Challenge (tantangan mengajak seseorang untuk melakukan bunuh diri). Kini fenomena yang sedang viral di kalangan anak muda adalah fenomena nge-prank.
Prank adalah perbuatan jahil yang bermaksud menjahili orang dengan tujuan bercanda untuk kesenangan. Nge-prank bisa dilakukan dengan teks, chat atau video yang diunggah ke situs jejaring sosial seperti Youtube, Facebook, Instagram, dan media sosial lainnya.
Nge-prank: Urat Malu yang Putus
Fakta tak terbantahkan bahwa generasi kita saat ini sedang mengalami ‘sindrom pembebek.’ Generasi muda saat ini dengan mudah mengikuti fenomena baru tanpa mempertimbangkan dampak negatifnya. Fenomena nge-prank ini diawali oleh artis-artis di akun Youtube mereka. Nge-prank dilakukan seperti berpura-pura sakit sehingga membuat semua orang panik, berpura-pura menjadi orang gila dan sebagainya.
Yang miris dari fenomena nge-prank adalah banyaknya anak muda yang menjadikan maksiat sebagai bahan prank mereka. Seperti prank yang dilakukan anak muda di akun Youtube miliknya, “Prank Pacar di Cup*ng Cowok Lain”. Juga di akun lain dengan judul “Prank Pacar!! Aku Hamil Yang !!!! Mau Dibunuh dan Keluar Kata Kebon Binatang.”
BACA JUGA: Fitnah Cinta pada Sepotong Coklat
Bahan prank demikian banyak dilakukan oleh anak muda. Yang terbaru dan paling ekstrim yaitu prank seorang wanita pengguna twitter dengan memelorotkan handuknya di depan seorang driver ojek online (ojol). Rekaman itu diunggah di akun Twitter miliknya @siskaeee pada Sabtu (2/2/2019). “#Pizzadare. He ran away,” tulisnya dalam keterangan video berdurasi 1 menit tersebut sambil menyematkan emoticon ketawa.
Fakta tersebut hanyalah tiga dari sekian prank yang menggunakan maksiat sebagai bahan candaan. Tanpa rasa malu, mereka menjadikan ranah seksual sebagai bahan candaan. Mereka mengunggah sendiri video prank tersebut demi mendapatkan banyak viewer, like, subscriber dan comment.
Inilah orientasi perbuatan yang dilakukan berdasarkan kesenangan semata. Jaminan kebebasan berekspresi yang dilindungi menghasilkan tingkah pola yang kebablasan. Rasa malu tidak lagi menjadi pertimbangan dalam melakukan suatu perbuatan.
Padahal, manusia akan berada dalam kebaikan selama rasa malu masih terpelihara dalam dirinya. Karena rasa malu itulah yang menyebabkan seseorang menjauhi maksiat, selalu dalam ketaatan, kebaikan, senantiasa menjauhkan diri dari perbuatan yang tidak bermanfaat, tidak berkata jorok dan tidak akan terang-terangan melakukan tindakan maksiat dan keburukan.
Rasulullah SAW bersabda yang artinya, “Di antara perkataan para Nabi terdahulu yang masih diketahui banyak orang pada saat ini adalah jika engkau tidak lagi memiliki rasa malu maka berbuatlah sesuka hatimu.” (HR. Bukhari)
Generasi Milenial: Generasi Harapan Umat
Islam memosisikan peran anak muda sebagai tonggak kebangkitan. Di tengah terpuruknya Islam saat ini, anak muda adalah tumpuan harapan umat. Sudah menjadi suatu keharusan bagi anak muda agar kembali pada jati diri mereka dan menjadi sebaik-baik generasi. Tidak mudah larut dalam kesenangan yang melenakan sebab yang demikian hanya akan mengalihkan generasi muda kini dari tujuannya.
BACA JUGA: Nabi Tegur Pedagang Makanan yang Menipu
Generasi muda kini seharusnya menggunakan kecanggihan teknologi seperti jejaring sosial Youtube, Instagram, Facebook dan sebagainya sebagai sarana menyebarluaskan Islam. Menyebarkan konten-konten Islam yang bermanfaat bagi umat. Membuat konten-konten anak muda yang sarat dengan edukasi. Tidak seperti saat ini, masih banyak generasi muda yang menjadikan kecanggihan teknologi era milenial untuk kesenangan semata tanpa manfaat.
Negara juga seharusnya berperan serta dalam menjaga penggunaan media sosial. Memastikan tidak ada generasi muda yang membuat dan menyebarluaskan konten yang tidak mendidik. Mengarahkan generasi muda untuk berkarya demi kegemilangan di masa depan.
Hanya Islam yang mampu menjaga citra remaja yang agung nan mulia. Maka sudah menjadi kewajiban bagi kita kini untuk memperjuangkan Islam agar dapat diterapakan dalam seluruh aspek kehidupan. Jika bukan generasi saat ini, maka siapa yang akan melanjutkan estafet perjuangan? []
OPINI ini adalah kiriman pembaca Islampos. Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi dari OPINI di luar tanggung jawab redaksi Islampos.