REZEKI setiap manusia ditentukan dalam ilmu Allah. Sebagian manusia mendapat rezeki yang halal, baik dan penuh berkah. Banyak fenomena rezeki yang sungguh tak bisa dipikirkan oleh akal manusia.
Sebagian lagi, rezekinya haram dan datang tanpa kerja keras, seperti dengan riba, menipu, dan sebagainya, namun rezeki tersebut tidak halal, tidak baik, dan tidak berkah.
Rezeki yang diberikan Allah––di dunia ini––tidak didasarkan pada keimanan dan ketaatan atau kekufuran dan kemaksiatan seseorang, tetapi kepada kehendak Allah sesuai ilmu dan kebijaksanaan-Nya.
Betapa banyak orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan bermaksiat kepada-Nya, namun rezeki mereka berlimpah dan mudah diperoleh.
Begitu pula, tidak sedikit orang-orang yang lemah fisik maupun sedikit pengetahuannya, tetapi rezekinya turun seperti guyuran hujan dengan sangat mudah, tanpa harus mengeluarkan banyak waktu, tenaga, dan perjuangan.
BACA JUGA: 13 Amalan Pembuka Rezeki dari Langit, Apa Saja?
Di sisi lain, sebagian orang yang selalu taat dan istiqamah beribadah kepada Allah; menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk mengais rezeki, dari pagi hingga petang dan dari siang hingga larut malam, akan tetapi rezeki mereka hanya sekedarnya.
Demikian pula pada sebagian orang yang memiliki ilmu yang tinggi dan keterampilan yang baik, namun bagian rezeki mereka hanya sedikit dan kadang tidak mencukupi untuk menutup kebutuhan hidupnya sehari-hari.
Fenomena Rezeki, Rahasia dan Uni
Rahasia dan unik. Itulah fenomena rezeki. Oleh karena itu, Sufyan bin Uyainah pernah mengatakan, “Banyak orang yang kuat; kuat dalam berusaha dan cerdas dalam berfikir, akan tetapi rezeki selalu berpaling daripadanya. Sebaliknya, banyak orang yang lemah; sangat lemah akalnya, namun dia seakan menciduk kekayaan dari lautan.”
Fenomena seperti ini membuktikan kebenaran firman Allah, di antaranya:
وَاللّٰهُ فَضَّلَ بَعْضَكُمْ عَلٰى بَعْضٍ فِى الرِّزْقِۚ
“Dan Allah melebihkan sebagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezeki,….” (QS. an-Nahl [16]: 71)
اِنَّ رَبَّكَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗ
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya,….” (QS. al-Isra [17]: 30)
Seluruh makhluk––terutama manusia––sangat berkepentingan dengan rezeki. Selama ruh belum berpisah dengan jasad, manusia akan terus berurusan dengan rezeki dengan segala seluk-beluknya; banyak atau sedikit; mudah maupun dan sulit.
Tidak heran jika Ibnu Abbas ra. Berkata, “Manusia itu berselisih dalam segala hal, kecuali dalam hal rezeki dan ajal. Mereka sepakat bahwa tidak ada yang memberi rezeki dan menetapkan ajal, kecuali Allah Ta’ala.”
Demikian pentingnya urusan rezeki hingga Allah memberi perhatian khusus melalui ayat-ayat-Nya. Al-Quran mencatat kata rezeki (ar-rizq) sebanyak 123 kali. Bahkan, Allah menyifati diri-Nya dengan sifat ar-Razzaaq (Maha Pemberi Rezeki). Allah Ta’ala berfirman:
اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ ٥٨
“Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezeki (ar-razzaaq) yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (QS. adz-Dzariyat [51]: 58)
Allah adalah ar-Razzaaq (Maha Pemberi rezeki), menunjukkan bahwa Allah Mahakaya. Dia juga memiliki sifat Dzul Quwwatil Matin (Mahakuat dan Mahakokoh), menandakan bahwa Allah tidak membutuhkan yang lain.
Oleh karena itu, barangsiapa yang masih mencari rezeki, berarti ia masih fakir; dan barangsiapa masih meminta pertolongan kepada orang lain, berarti ia adalah orang yang lemah.
BACA JUGA: Agar Rezeki Melimpah, Ikhtiar dengan 4 Amalan Ini
Fenomena Rezeki: Disebutkan dalam Al-Quran
Dari 123 kata ar-rizq yang disebutkan di dalam al-Quran, tidak satu pun kata ar-rizq yang maknanya secara khusus menunjuk harta (al-maal). Rezeki yang bermakna harta hanya bagian kecil dari ar-rizq yang bermakna an-nafaqah (nafkah) dan al-‘athaa (pemberian).
Makna lainnya dari kata ar-rizq adalah: at-tha’aam (makanan); al-mathar (hujan); asy-syukr (syukur/terima kasih); ats-tsawab (pahala); dan al-jannah (surga).
Hal itu menunjukkan bahwa seorang muslim tidak perlu takut dan risau jika ia hanya memiliki rezeki bersifat materi (harta) yang sedikit. Sebab, masih banyak rezeki lain yang bersifat maknawi yang sebenarnya dia miliki.
Misalnya, ketenangan batin, memiliki keluarga sakinah, anak-anak yang saleh, selalu diberi kesehatan, dimudahkan dalam beribadah kepada Allah, serta karunia iman dan islam yang merupakan rezeki yang agung dan tidak ternilai.
Namun begitu, bukan berarti seorang muslim tidak boleh kaya atau memiliki rezeki bersifat materi yang banyak. Allah sendiri membolehkan manusia hidup makmur dan sejahtera, sehingga bisa melaksanakan fungsi manusia sebagai khalifah secara maksimal. Hal ini ditunjukkan dalam firman-Nya,
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ
“Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya….” (QS. al-Mulk [67]: 15)
Allah juga memberi petunjuk kepada sebab-sebab kemudahan rezeki bagi kaum beriman, di antaranya: beribadah dan bersyukur; bertakwa; mendirikan shalat; memohon ampun dan bertobat; berinfak di jalan Allah; serta berhijrah di jalan-Nya.
Rezeki bagi setiap manusia sudah ditetapkan oleh Allah sejak manusia masih berada di dalam kandungan ibunya.
Hal ini diisyaratkan dalam firman-Nya,
اَللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيْتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيْكُمْۗ
“Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki (razaaqakum), kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)…..” (QS. ar-Rum [30]: 40)
Kata razaaqakum (memberimu rezeki) dalam ayat ini berbentuk fi’il madhi (kata kerja lampau). Ini menunjukkan bahwa Allah telah menuntaskan penetapan urusan rezeki sebelum manusia lahir ke dunia.
BACA JUGA: Maksiat Rajin Rezeki Lancar?
Rasulullah bersabda: “Sungguh salah seorang di antara kalian dihimpun dalam perut ibunya selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal darah juga seperti itu, kemudian menjadi segumpal daging juga seperti itu, kemudian Allah mengutus malaikat dan diperintahkannya dengan empat hal: rezekinya, ajalnya, sengsara atau bahagianya…..” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Setiap orang akan mendapatkan bagian rezekinya secara sempurna. Maka, tidak pantas jika seseorang merisaukan rezekinya. Tidak akan terkurangi sedikit pun jatah rezekinya, tidak pula akan tertukar dengan orang lain.
Seseorang tidak akan mati sebelum menghabiskan jatah rezekinya di dunia. Cukup bagi seseorang (mukmin) untuk mengoptimalkan ikhtiar––mencari sebab-sebab rezeki––disertai keyakinan penuh bahwa hanya Allah yang mampu memberi rezeki dan memudahkan sebab-sebabnya. []
Referensi:
Prof. Dr. Wahbah az-Zuhaili_Tafsir al-Wasith
Ahmad Hatta, dkk_The Great Quran: Referensi Terlengkap Ilmu-ilmu al-Quran