INDRAMAYU–Pengamat Sosial dari Universitas Wiralodra Ujang Suratno mengatakan adanya fenomena unik soal pernikahan dan perceraian yang terjadi di Indramayu. Yakni banyak warga yang menikah saat waktu panen namun bercerai saat paceklik.
Terkait tingginya angka perceraian di Indramayu, banyaknya tenaga kerja wanita juga bisa menjadi faktor penyebabnya.
BACA JUGA: Perceraian Meningkat di Indonesia, Hidayatullah Gelar Traning Mubaligh Konseling Keluarga
Ujang mengatakan, untuk mengatasi persoalan itu memang pemerintah perlu meningkatkan lapangan pekerjaan. Dengan demikian, warga bisa meningkatkan perekonomian masing-masing dengan bekerja di Indramayu.
“Pertumbuhan ekonomi ditingkatkan sehingga bisa menekan perceraian,” kata Ujang yang merupakan rektor di Universitas Wiralodra. Jika persoalan ekonomi sudah dibenahi, maka persoalan perceraian setidaknya bisa berkurang signifikan.
Pemerintah daerah pun sudah berupaya untuk menekan perceraian di Kabupaten Indramayu.
Data dari Pengadilan Agama Kabupaten Indramayu angka perceraian pada tahun 2019 kemarin mencapai 9.822 kasus.
Jumlah tersebut meningkat dari tahun 2018 yang hanya sekitar 8.000 kasus saja. Tingginya angka perceraian tersebut mesti menjadi perhatian semua pihak.
Humas Pengadilan Agama Indramayu Engkun Kurnaeti mengatakan, kasus perceraian di Kabupaten Indramayu memang masih tergolong tinggi.
Dia menambahkan, banyak faktor penyebab terjadinya perceraian. Namun persoalan ekonomi masih mendominasi pasangan untuk bercerai.
“Sekitar 50 persen masih didominasi oleh permasalahan ekonomi,” ucap Engkun, Senin (13/1/2020).
Dia mengatakan, seringkali istri memutuskan berpisah karena suaminya tak memberikan nafkah selama berbulan-bulan. Padahal sebelum menikah istri sudah mengetahui bahwa suaminya itu tidak bekerja. []
SUMBER: PIKIRAN RAKYAT