IBADAH haji jika mampu, adalah salah satu rukun Islam kelima. Bagi umat Islam yang mampu, baik secara materi, fisik dan metalnya, diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji karena Allah Swt. Jika kita merenungkan setiap gerak dari ibadah haji, terdapat filosofi untuk kita jadikan ibrah (pelajaran) yang sangat berharga.
Langkah pertama, saat kita tinggalkan kampung halaman, mengarungi lautan yang luas, meninggalkan keluarga dan Tanah Air, tujuannya tak lain, semata karena memenuhi panggilan Ilahi.
Kemudian, kita lepaskan segala perasaan rindu terhadap keluarga ataupun kampung halaman kita masing-masing, lalu kita fokuskan hati, perasaan dan jiwa kita kepada Allah Swt. Filosofinya adalah hendaknya kita fokuskan diri pada Sang Khalik dalam setiap gerak dang langkah.
Saat di Tanah Suci, kita berbusana ihram yang serba putih bersih, semuanya hanya karena Allah semata. Barangkali kita bertanya, kenapa harus selembar kain putih? Putih adalah tanda kesucian. Tentu saja, buka hanya putih pakaiannya, melainkan juga putih hati dan jiwanya, seputih kain ihram.
Manusia dari segala pelosok dunia, dengan segala macam warna kulit, aneka ras dan bangsa. serta adat istiadat dan latar belakang budaya yang berbeda saling bertemu. Mereka tanggalkan ideologi politiknya masing-masing.
Di Tanah suci ini pula kita dilatih dan dididik untuk saling kenal mengenal satu sama lain, meski berbeda kulit, budaya dan bangsa. Haji telah mempersatukan umat Islam di seluruh dunia, dipersatukan dengan tauhid dan akidah yang sama. Dan dari segala penjuru dunia, kita menghadap ke kiblat yang sama. Pesannya adalah agar umat Islam bersatu, jangan berpecah belah.
Tokoh Islam Muhammad Natsir pernah mengatakan, umat Islam dewasa ini di pelbagai negeri sangat demam punya lawan dan memiliki hobi bermusuhan. Kalau ada musuh bersama, baru mereka bersatu. Bila musuh tak ada lagi, mereka kehilangan musuh, maka mereka mencari musuh di kalangan sendiri.
Filosofi haji adalah haji mengajarkan kepada kaum muslimin tentang semangat persaudaraan (ukhuwah Islamiyah). Tak ada kesenjangan antara si kaya dan si miskin, antara raja atau kepala negara dengan rakyat jelata, antara yang pandai dengan yang bodoh.
Haji mendidik si kaya agar timbul perasaan iba kepada si miskin untuk menolongnya. Si Raja timbul rasa tanggungjawab untuk memperbaiki nasib hidup rakyatnya yang menderita. Si Pandai mencerahkan dan mencerdaskan yang bodoh.
Ingatlah, saat musim haji, diharamkan kaum muslimin untuk menumpahkan darah. Jangankan darahnya, melukai hati dengan kata-kata kasar pun tidak diperkenankan. Bahkan, keburukan yang tersembunyi dalam hatinya. Karena setiap jamaah haji adalah tamu Allah, karenanya wajib dihormati dan dimuliakan.
Sejatinya, pergerakan haji yang datang dari segala penjuru dunia menjadi muktamar akbar, tonggak kekuatan umat Islam dalam menggalang persatuan, bukan semata ritual tahunan yang tak bermakna.
Sedangkan melempar batu saat jumrah di Mina, adalah symbol melempar batu terhadap Syaitan yang menggoda. Filosofinya adalah bahwa syaitan adalah musuh manusia yang paling nyata. Karenanya jangan sampai tergoda dengan bujuk dan rayuan syaitan yang ingin manusia tergelincir, berkubang dalam lumpur dosa.
Setiap jamaah haji senantiasa berdoa, agar sekembalinya di Tanah Air, mereka meraih haji yang mabrur, haji yang baik akhlak dan kepribadiannya, haji yang yang mencerahkn bagi masyarakatnya, haji yang memberi teladan bagi bangsanya. []