Oleh: M. Ammar Naufal, S.Pd
Mahasiswa Program Pascasarjana Mathematics Education, Universitas Teknologi Malaysia
PERNAHKAH kita mengalami kejadian ketika ibu jari kita mengalami sakit? Karena ibu jari kita terluka, tergores, teriris dan lain sebagainya? Mungkin sebagian besar kita tentu pernah mengalaminya. Tapi tahukah Anda filosofi dibalik ibu jari tersebut? Mungkin sebagian besar kita belum tahu mengenai hal tersebut. Nah, berikut akan diulas apa sebenarnya filosofi dari ibu jari.
Suatu ketika ada seseorang yang tidak sengaja ibu jarinya teriris sehingga terluka. Akibatnya dia kesulitan melakukan aktivitas biasanya. Bayangkan yang biasanya dia bisa melakukan aktivitas seperti memaku, membuka atau mengambil uang dari dompet, menulis, memencet tombol dan aktivitas lain yang jika sekiranya ibu jari tidak turut andil membantu jari lainnya, maka tentu perkerjaan itu sangatlah sulit untuk dilakukan. Bagaimana pendapat para penulis lain berkaitan dengan filosofi ibu jari?
Frans (2015) menyatakan bahwa ibu jari atau yang biasa kita sebut jempol merupakan simbol pemimpin atau pejabat. Ibu jari merupakan yang utama dan induk dari keempat jari lainnya. Kenapa ini identik dengan simbol pemimpin atau pejabat? Karena ibu jari biasanya identik dengan persetujuan, kebagusan, dan sifat baik. Bukankah pemimpin biasanya menjadi tokoh sentral untuk urusan setuju dan tidak setuju pada sebuah keputusan? Pimpinan juga merupakan patron, dimana apa yang biasanya dianggap baik oleh pemimpin, juga diikuti oleh rakyatnya? Coba angkat jempol untuk menyatakan rasa setuju, maka keempat jari yang lain pasti menunduk. (Kompasiana.com)
Fachrul Razi, M.I.P (2014) juga menuturkan bahwa pemimpin yang bijak adalah orang yang merasa tidak pernah segan dalam memberikan apresiasi, pujian atau sanjungan terhadap orang lain, baik bawahannya, relasi mitranya ataupun lawannya sekaligus. Jiwa sportifitas dan objektifitas menunjukkan bahwa kita berjiwa besar dan cerdas dalam memberikan penghargaan buat orang lain yang telah melaksanakan tugas dengan baik, meskipun dalam wujud satu langkah kecil.
Sikap bijak kita melalui simbol ibu jari akan memberikan feedback positif bagi kita maupun orang lain yang kita berikan apresiasi (appreciate) atau sanjungan. Ibu jari dapat juga diartikan sebagai penghargaan (achievement) orang lain secara ikhlas dan terpuji. Ada nilai kebenaran dalam diri kita. Dan ada pertanggung jawaban (responsibility) baik vertikal maupun universal. Pemimpin yang bijak adalah pemimpin yang melalui tahapan kesuksesan yang bermanfaat, artinya sukses yang bermanfaat di sini adalah bermanfaat bagi diri dia sendiri, orang lain dan lingkungannya.
Para penulis di atas mengaitkan pekerjaan ibu jari sebagai pemimpin terhadap jari lainnya. Senantiasa membantu jari lainnya dalam menjalankan pekerjaannya. Juga merupakan sebuah simbol persetujuan terhadap sesuatu, begitupun sebaliknya.
Pernahkan Anda melihat fenomena dunia saat ini yang telah banyak mengeksploitasi para wanita ke dunia hiburan atau pekerjaan? Pernahkah Anda mendengar penuturan seorang anggota parlemen Israel, Ayelet Shaked, yang mengatakan bahwa untuk menghancurkan Palestina maka bunuhlah atau hancurkan para wanita atau Ibunya? Mengapa dia memberikan perhatian khusus kepada para wanita atau Ibu? Jawabannya adalah karena peran seorang Ibu sangat sentral dalam pembangunan pilar kehidupan, peradaban, pemimpin dan ideologi.
Itulah mengapa ketika Ibu jari kita terluka maka fungsi kerja-kerja jari tidak maksimal. Ketika para ibu telah dieksploitasi, diberikan pekerjaan sekunder berlebih maka pernanan utama ibu sebagai penolong dan pendidik anak dalam keluarga akan terabaikan, akibatnya anak-anak mereka tidak sedikit yang rusak bahkan menjadi benalu dalam kehidupan.
Untuk membangun sebuah generasi yang kuat, maka perhatikanlah sesosok wanita atau ibu. Kita sering mendengar sesosok Imam Asy Syafi’i, Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Ahmad, Syaikh bin Baz, Syaikh As Sudais (Imam Masjidil Haram) yang pernah didoakan oleh ibunya agar menjadi seorang Imam Masjid Al Haram ketika semasa kecilnya, dan masih banyak tokoh-tokoh besar lainnya. Mereka semua terlahir menjadi orang kuat dan berpengaruh disebabkan atas Taufiq Allah melalui peranan ibu mereka.
Di sekolah, kadang kita melihat ada anak yang pandai dan ada yang tak pandai dalam mata pelajaran. Terkadang guru memberikan punishment ke anak yang tak pandai lagi nakal tersebut. Padahal menurut Prof. Azlan (2015) menyatakan bahwa kemungkinan terbesar penyebab anak menjadi nakal atau tak pandai dalam kelas disebabkan keluarganya yang berantakan. Guru perlu menyelidiki sebab anak itu nakal dan tak pandai. Bersilaturahim ke rumah anak tersebut, mencari data dan penyebabnya.
Oleh karena itu, mari menjadi ibu yang melakukan peranan primer sebelum sekunder agar kelak terlahir generasi yang unggul untuk agama dan bangsa.
Sebagai orang yang telah atau sementara merasakan peranan ibu, perlulah kita doakan ibu kita agar senantiasa diberikan kebaikan, kesehatan, umur yang berkah, pahala yang berlipat serta doakan agar dosanya diampuni dan dipertemukan di dalam Syurga-Nya kelak. Kebahagiaan ibu adalah bukan hanya tatkala melihat anak-anaknya sukses di kehidupan dunianya, tetapi yang paling utama adalah anaknya itu bisa menyelamatkannya dari api neraka dengan senantiasa mendoakannya.
Inilah bentuk bakti kita kepada mereka, semoga Allah selalu menjaga orang tua kita dan membebaskannya dari kepenatan hidup di dunia dan siksa neraka. Amiin. []
Sumber:
– Frans, E. S. 2015. Filosofi Lima Jari Tangan. http://www.kompasiana.com/franselkasaputra/filosofi-lima-jari-tangan_550e4c1aa33311b02dba803a
– Fachrul, R. M.I.P. 2014. Filosofi Kepemimpinan Sejati dari 5 Jari Tangan. http://thefilosofi.blogspot.my/2014/06/filosofi-kepemimpinan-sejati-dari-5.html
– Azlan Z. 2015. Desain dan Implementasi Kurikulum