JULI 2023. Setahun lalu. Saya semakin menyadari bahwa saya ga bisa baca hadist dalam bahasa Arab. Baca sekadarnya. Tagtegtog-lah. Alias banyak nge-lag dan lama banget untuk baca hadist bahkan yang pendek aja.
Saya segera menyadari, ini bahaya buat saya. Malu. Baca arab-nya hadist kan ga sama dengan baca Quran.
Saya mulai gelar sajadah. Eh, cari kitab hadist. Di rumah ada Riyadhuh Shalihin, 2 jilid, dibeli oleh istri saya beberapa tahun lalu. Saya tarik dia, dan minta dia dampingi saya, setiap pagi, setelah anak-anak berangkat sekolah. Istri saya pernah di pesantren, setidaknya tau dan bisa. “Teach me how to dream,” ujar saya pada dia, eh salah lagi, “Teach me how to read hadist.”
Kalau istri saya lagi ngisi kajian di luar, saya mantengin YouTube, bawa kitab, nyimak dan belajar bagaimana cara bacain hadist hanca saya.
Sejak saat itu, saya mulai baca hadist. Satu hari, selama 1 tahun terakhir ini, saya baca 2 hadist. Mau panjang mau pendek, saya baca. Awal-awal terus diperhatikan oleh istri saya, sambil dia masak atau nyuci. Sebulan sekali, saya review bacaan saya, baca 1 bab. Mulai dari Bab Niat.
Juli 2024, satu tahun, masyaAllah, tak terasa. Saya mungkin nggak jago kayak jebolan pesantren, tapi seenggak-enggaknya, saya bisa. I am doing this not for others or apalah gitu. Saya lakuin ini buat diri saya sendiri.
Baca 2 hadist 1 hari, itu sesuatu buat saya. Saya jadi tahu, kalau sudah “Qaala” biasanya kemudian apa. Kalau didahului dengan “An” setelahnya gimana.
Satu tahun itu buat saya adalah spending. Investasi. Saya ga bisa dapatin sesuatu, kalau saya ga mau spending untuk hal-hal seperti ini dalam hidup saya. Orang dulu waktu muda mau bisa gitar aja, saya bisa terus-terusan sama gitar butut selama 8 jam. Apalagi sekarang, untuk akhirat saya, insyaAllah.
BACA JUGA:Â Anak Saya Anak Saya, Anak Kamu Anak Kamu
Pekan kemarin, anak bungsu saya perempuan, diminta bacain puisi di depan anak-anak baru di SMP-nya. Dia bawain puisi dari Buya Hamka.
“Belum cukupkah kita menyia-nyiakan waktu selama 30, 40, 50 atau 60 tahun?
Perlu berapa tahun lagikah untuk mengulang pagi, siang, petang dan malam,
perlu berapa minggu, bulan, dan tahun lagi agar kita BERSEDIA untuk mati?
Kita tidak pernah merasa kehilangan waktu dan kesempatan untuk menghasilkan pahala, maka 1000 tahun pun tidak akan pernah cukup bagi orang-orang yang terlena.” (Terlena – Buya Hamka) []