JAKARTA—Kyai Nur Aziz, Sutrisno, dan Rusmin, tiga petani miskin di Surokonto Wetan, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah, divonis delapan tahun penjara dan denda Rp. 10 Milyar di Mahkamah Agung Putusan ini menguatkan putusan PN Kendal.
Ketiga petani tersebut dituduh merambah hutan dengan menggunakan dasar Pasal 94 ayat (1) huruf a UU 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan di wilayah yang diklaim sebagai kawasan hutan negara.
Dua petani, Nur Aziz dan Sutrisno, berencana mengajukan Permohonan Grasi Kepada Presiden Republik Indonesia karena putusan majelis hakim tersebut dinilai tidak adil.
“Kedua petani yang memohon grasi tersebut adalah perwakilan masyarakat Desa Surokonto Wetan, dimana terdapat 450 Kepala Keluarga penggarap di lahan seluas 127, 821 hektar tersebut,” kata Katib ‘Aam PBNU, KH. Yahya C. Staqof kepada Islampos.com di Jakarta, Selasa (6/3).
Menurutnya, karena adanya ancaman dari Perhutani KPH Kendal masyarakat penggarap tidak dapat lagi bertani di lahan tersebut, para penggarap melakukan upaya-upaya untuk mencari tahu mengapa bisa lahan yang sudah digarap sejak lama bisa ditetapkan sebagai kawasan hutan produksi sehingga masyarakat harus terusir.
“Namun, tindakan-tindakan masyarakat untuk memperjuangkan hak atas tanahnya dipandang Perhutani KPH Kendal sebagai bentuk perambahan kawasan hutan tanpa izin,” ungkapnya.
Kyai menjelaskan, Perhutani menuduh Nur Aziz dan Sutrisno Rusmin sebagai pelaku perambahan hutan. Ketiga petani kemudian diadili di pengadilan dari tingkat pertama sampai Mahkamah Agung.
“Di tingkat kasasi di MA, majelis hakim telah menyatakan ketiga petani bersalah dan dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun penjara dan denda Rp. 10 Miliar. Putusan ini menguatkan putusan PN Kendal,” pungkasnya.
Kyai menyatakan PBNU, Komnas HAM RI, KWI, YLBHI, Lakpesdam PBNU, LBH Semarang, Walhi Jateng, Jaringan Gusdurian dan segenap masyarakat sipil lainnya mendukung permohonan grasi tersebut. []
Reporter: Rhio